3 Strategi CEO Selamatkan Perusahaan dari Krisis

Feb 10, 2022 1 Min Read
3 Strategi CEO Selamatkan Perusahaan dari Krisis
Sumber:Andrea Piacquadio dari Pexels.com
Strategi CEO di masa krisis
If your actions inspire others to dream more, learn more, do more and become more, you are a leader,” - John Quincy Adams, Presiden Amerika Serikat ke-6. 


Di saat-saat terbaik, nasihat Adam sulit dicapai. Ketika krisis, hal tersebut membutuhkan sesuatu yang istimewa.
Untuk mengetahui apa yang dialami para pemimpin bisnis di tengah situasi pandemi Covid-19, kami menyurvei lebih dari 300 CEO dan melakukan lebih dari 30 wawancara di Denmark, Prancis, Jerman, Hungaria, Italia, Irlandia, Polandia, Russia, dan Inggris. Berikut adalah strategi CEO dalam menyelamatkan perusahaan di masa krisis!

1. Jadi pemimpin yang berwibawa, namun tetap penuh kasih


Alt

Sumber: Rodnae Production dari Pexels.com

Dalam kondisi krisis, karyawan yang stres berekspektasi bahwa atasan mereka akan tenang, percaya diri, dan tegas untuk menentukan langkah selanjutnya. Di sisi lain, karyawan juga membutuhkan atasan mereka untuk tetap berempati, perhatian, dan penuh kasih sayang. “Karyawan dan kolega Anda mengharapkan dukungan dan bimbingan Anda, terutama di masa krisis,” ujar salah satu CEO dalam penelitian kami. Yang lain menceritakan: "Pada awalnya mungkin saya bingung. Tetapi ketika saya berada di depan karyawan saya, saya harus tetap percaya diri dan optimis."

Pemimpin harus menemukan keseimbangan antara menjadi tegas dan penuh perhatian, percaya diri dan peka, serta berwibawa dan berempati pada saat yang bersamaan. Salah satu dari mereka memberitahu kami: “Saya harus menjadi sosok ayah yang percaya diri dan ibu yang peduli untuk karyawan saya. Tentu saja, mereka ingin saya memberikan instruksi yang jelas tentang cara bertahan di masa krisis. Namun, jika tidak saya iringi dengan perhatian yang sepadan, saya akan kehilangan dukungan mereka dengan cepat.”

Baca juga: Kekuatan dari Kecerdasan Kolekitf

2. Terbuka terhadap ide dan metode yang baru


Alt

Sumber: Kindel Media dari Pexels.com

Ketika kita sedang melalui masa penuh ketidakpastian, tidak ada yang tahu semua jawaban untuk setiap masalah. Pemimpin yang cerdas memahami hal ini. Mereka tidak memonopoli proses pengambilan keputusan, namun fokus untuk menciptakan ruang pembelajaran yang terbuka bagi semua. “Krisis pandemi menyadarkan saya untuk tidak micromanaging dan mengajarkan karyawan saya untuk lebih mandiri dan berwibawa dalam perannya masing-masing,” sebut salah satu CEO. “Mereka memiliki banyak ide hebat, namun segan untuk memulai inisiatifnya.”

Kondisi seperti sekarang ini memerlukan pengetahuan dan kompetensi baru. Untuk itu, karyawan perlu menerapkan apa yang pakar manajemen sebut “eksekusi sebagai pembelajaran” atau “mode operasi Litbang”, dengan membuat hipotesis, bereksperimen, mengevaluasi hasil, dan mengulangi eksperimen tersebut hingga sukses menerapkannya. “Saya terus mengingatkan karyawan saya bahwa kita tidak lagi tahu apa yang akan berhasil, jadi cobalah bereksperimen kecil, terima masukan dan evaluasi, lalu buat keputusan untuk melanjutkan atau menghentikannya,” kata seorang responden kami.

Untuk mempromosikan “learning by doing”, narasumber kami berulang kali mengingatkan untuk memberikan waktu kepada karyawan mereka untuk bereksperimen, apresiasi keberhasilan dan kegagalan mereka, dan mengadakan sesi pelatihan. Salah satu responden kami mengatakan, “Setelah menerapkannya, tim saya mendapatkan ide. Alih-alih menunggu briefing dari klien seperti biasanya, kami secara proaktif menawarkan solusi untuk masalah mereka. Setelah menawarkan jasa tersebut, penjualan kami meningkat dan tim semakin termotivasi.”

Baca juga: 3 Cara Membangun Organisasi yang Agile

Belajar dan eksekusi di tengah krisis membutuhkan kerja tim yang melampaui fungsi dan unit bisnis tradisional. Profesor Amy Edmondson dari Harvard Business School menyebutnya “teaming”, yaitu kolaborasi tim yang lebih fleksibel dan adaptif dari struktur organisasi formal. Pemimpin memfasilitasi teaming dengan membuat kerja sama lintas fungsi yang ambisius, mendorong kolaborasi di seluruh perusahaan, dan menciptakan format untuk kerja kreatif kolektif. Perusahaan yang melalui lockdown telah melatih karyawannya untuk bekerja tanpa interaksi tatap muka. Yang lain telah menciptakan jadwal kerja yang mereka sebut "jam kolaboratif", di mana karyawan lintas departemen didorong untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan mengembangkan proyek bersama.

CEO dari sebuah perusahaan media menengah mengenalkan 4 hal yang perlu dipertimbangkan seluruh karyawannya, yaitu restrukturisasi, produk baru, klien baru, dan masa depan. CEO lain meluncurkan kampanye dalam perusahaan untuk menyingkirkan segalanya yang sudah tidak relevan. Ia berkata: "Tanpa koordinasi vertikal yang cukup (atas ke bawah), tim tidak hanya menghasilkan banyak ide, tetapi juga pertemuan yang kurang produktif dan prosedur yang tidak perlu.”

3. Adil, transparan, dan aksesibel

Alt

Sumber: Yan Krukov dari Pexels.com

Pada saat banyak keputusan sulit dibuat di bawah tekanan, para pemimpin harus memberikan perhatian khusus pada keadilan dalam proses pengambilan keputusan dan keterbukaan komunikasi dalam organisasi. “Saya segera mengetahui bahwa saya perlu menyesuaikan pola komunikasi saya. Kini saya lebih banyak mendengar,” ujar salah satu CEO kepada kami. “Orang-orang menghargainya dan hal tersebut juga memberikan informasi yang saya butuhkan. Saya juga menghabiskan lebih banyak waktu menjelaskan kenapa saya membuat suatu keputusan dan saya sadar hal ini membantu karyawan menerima keputusan yang sulit.” Yang lain mengatakan: “Kami adalah perusahaan swasta, namun sebulan setelah krisis, saya memutuskan untuk lebih terbuka dengan semua karyawan. Kami membagikan semua data operasional dan keuangan lalu secara terbuka mendiskusikan tantangan yang kami hadapi. Menariknya, hal ini berdampak luar biasa pada moral tim.”

Berdasarkan survei kami, strategi CEO di masa krisis adalah: 1) mulai transparan dalam menjelaskan tantangan organisasi dan keputusan besar mereka, 2) mengadakan sesi tanya jawab secara periodik, dan 3) melakukan survei karyawan secara teratur. Seorang CEO veteran berkata: “Dalam 30 tahun saya berbisnis, saya tidak pernah merasa begitu dekat dengan tim saya. Saya yakin itu akan memiliki dampak jangka panjang yang luar biasa pada perusahaan kami.”

Baca juga: Apa yang Pandemi Covid-19 Ajarkan Tentang Perubahan?

Dampak dari kinerja di masa krisis

Seperti krisis global sebelumnya, pandemi Covid-19 ini akan berlalu, Namun, apa yang dilakukan para pemimpin di saat sulit akan berdampak di tahun-tahun yang akan datang. Suka atau tidak, CEO menciptakan landasan melalui kata-kata dan perbuatan mereka setiap harinya. Salah satu responden kami berkata: “Saya tidak ragu kami akan selamat dari krisis ini. Tantangan sebenarnya adalah, bisakah kami bertahan dengan berpegang teguh pada nilai-nilai kami? Ini adalah ujian nyata bagi saya dan seluruh tim kepemimpinan di dunia.”

Para pemimpin akan diingat atas apa yang mereka lakukan atau tidak lakukan, bagaimana mereka mengambil keputusan, bagaimana mereka berkomunikasi, dan menanggapi orang-orang pada saat mendesak seperti ini. 

Ratu Elizabeth II, yang dengan tenang membimbing Inggris melalui berbagai krisis selama masa pemerintahannya yang panjang, mengumpulkan rakyatnya di tengah pandemi: ''Saya berharap di tahun-tahun mendatang semua orang dapat bangga dengan cara mereka menanggapi tantangan ini.”

Sudah sepatutnya seorang CEO memiliki pengetahuan lebih tentang budaya perusahaan dan karyawannya sebelum mengambil keputusan penting di masa krisis. Ya, Anda dapat melakukannya dengan menggunakan teknologi seperti Budaya! Budaya adalah aplikasi yang berfokus pada layanan manajemen SDM demi mewujudkan kultur organisasi yang sehat, erat, dan juga mengasyikkan.

Pelajari lebih lanjut di sini atau email info@leaderonomics.com

Share artikel ini

Kepemimpinan

Tags: Covid-19

Alt
Stanislav Shekshnia adalah seorang Profesor Afiliasi Senior Kewiraswastaan dan Perusahaan Keluarga di INSEAD. Ia adalah Co-Programme Director Leading from the Chair dan kontributor di INSEAD Corporate Governance Centre. Stanislav juga merupakan seorang Mitra Senior di Ward Howell dan salah satu dari penulis buku Leading a Board: Chairs’ Practices Across Europe.
Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

Gambar 2 Orang Karyawan Perempuan dan Laki-Laki Serekan Kerja

Mengapa Personal Branding Merupakan Pengubah Permainan Bagi Perusahaan Layanan Profesional

Arikel ini Ditulis Oleh : William Arruda. Mengapa Personal Branding Merupakan Pengubah Permainan Bagi Perusahaan Layanan Profesional

Apr 26, 2023 3 Min Read

Alt

Bagaimana Mengatasi Rasa Gugup

Adon Saptowo, vokalis sensasi dan celebriti dari Base Jam, memberi tip untuk mengatasi rasa gugup. Dengari tip Adon dan belajar untuk mengatasi gugup

Dec 21, 2020 5 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest