Ketika Maradona dengan bangga mengangkat Piala Dunia untuk Argentina pada 1986, saya melihatnya dengan sangat antusias dan terinspirasi untuk menjadi seorang pemain sepak bola. Sayangnya, pada saat itu, saya hanyalah pemain sepak bola yang buruk, saya tidak dapat menendang bola dengan baik, apalagi bergabung dengan tim kelas saya. Tapi saya masih bercita-cita untuk mewakili sekolah saya pada suatu hari nanti.
Teman-teman saya menertawakan tujuan saya karena saya seorang yang berkacamata tebal dan seorang pecandu komputer yang "gila". Tapi saya menghabiskan liburan saya dengan berlatih speak bola siang dan malam. Dalam setahun, saya akhirnya terpilih untuk bergabung dengan tim kelas saya dan kemudian mengikuti pelatihan khusus yang dijalankan oleh pemain legendaris Mokhtar Dahari.
Berlatihlah lebih demi kebaikan anda sendiri
Suatu hari, Mokhtar diundang oleh almamater saya, Sekolah Menengah Kebangsaan Lelaki Methodist Kuala Lumpur (MBSKL) untuk menjalankan program pelatihan selama tujuh minggu. Di setiap sesi, saya selalu merasa Mokhtar sengaja menekan saya, dan menjadikan saya sebagai orang yang paling tidak berbakat. Dia menginstruksikan saya untuk berlari lebih banyak putaran, melakukan lebih banyak push-up dan menerima hukuman lebih banyak dari orang lain. Namun yang jauh lebih menyakitkan, saya selalu menjadi pemain pengganti yang tidak diberi kesempatan bermain selama pertandingan.
Dalam satu pertandingan, saya bahkan tidak peduli untuk ganti pakaian karena saya yakin saya pasti tidak akan pernah terpilih untuk merumput. Tapi Mokhtar mengambil pengeras suara dan meneriakkan namaku. Teman sekelas saya langsung menunjuk ke arah saya dan dengan rasa malu saya meminta maaf dan mengganti pakaian. Pertandingan berakhir dengan kemenangan Sekolah kami, tetapi sayangnya saya tidak bermain sama sekali dan ini menambah rasa malu saya.
Anehnya, Mokhtar menggunakan saya sebagai pemain cadangan di pertandingan berikutnya. Setelah pertandingan, Mokhtar menarik saya ke samping dan menatap langsung ke mata saya, dan berkata, “Roshan, saya tahu saya terlalu keras pada Anda dan memaksa Anda untuk berlatih lebih keras dari pemain lain. Saya melakukannya untuk kebaikan Anda sendiri karena saya pikir Anda akan menjadi orang yang istimewa. Berlatih dan bermainlah dengan keras dan teruslah dorong dirmu sampai mencapai batas maksimal. Anda akan menjadi kapten MBSKL suatu hari nanti!”
Setelah itu, Mokhtar jatuh sakit dan saya tidak pernah bertemu dengannya lagi. Dia kemudian meninggal. Namun, kata-katanya menginspirasi saya untuk terus mengejar impian saya terlepas dari betapa mustahilnya situasi yang saya hadapi. Sejak percakapan itu, "geek" ini telah mewakili sekolah dan negara dan selalu tahu bahwa tidak ada yang mustahil.
Bentuklah pemimpin sedini mungkin
Seperti saya, sebagian besar pemimpin yang kami pelajari memulai perjalanan kepemimpinan sejak dini. Ibu Richard Branson memulai perjalanan kepemimpinan Richard pada usia lima tahun dengan meninggalkannya beberapa mil dari rumah dan mengarahkannya untuk menemukan jalan pulang sendiri.
Studi DDI, sebuah perusahaan konsultan sumber daya manusia, pada tahun 2005 menemukan bahwa 90% kepala eksekutif dan direksi memiliki setidaknya dua peran kepemimpinan, yaitu sebagai ketua osis atau ketua kelas, dan kapten olahraga di sekolahnya.
Sebuah studi oleh Institute of Leadership Management (ILM) menyimpulkan bahwa banyak pemimpin masa depan memulai perjalanan kepemimpinan mereka di usia muda. Chief Executive Officer ILM, Kim Parish, berkata:
“Studi ini menunjukkan bahwa orang belajar kepemimpinan pada usia yang sangat muda. Kegiatan seperti pramuka, kepemimpinan atau aktifitas tim di sekolah sebenarnya memberikan ketrampilan berupa etos tim, ambisi, penetapan tujuan dan kualitas lainnya kepada generasi muda yang selalu kita kaitkan dengan kepemimpinan yang baik.”
Studi tersebut menyimpulkan bahwa memegang tanggung jawab dan posisi di sekolah merupakan indikator penting bagi pemimpin masa depan yang baik, dibandingkan dengan kualifikasi akademis yang dinilai terlalu tinggi.
Sebuah studi oleh Journal of Adolescent Research menemukan bahwa remaja yang berpartisipasi dalam pengabdian dan kegiatan masyarakat menampilkan dirinya sebagai pemimpin yang lebih baik.
Pelajaran kepemimpinan yang dipelajari dimasa kecil membantu menabur benih pertama dari cita-cita kepemimpinan. Orang tua dan guru memberikan pengaruh sejak dini kepada anak. Melalui memberikan teladan kepemimpinan dalam hidup mereka, orang tua dan guru dapat memiliki pengaruh yang mendalam pada jenis kepemimpinan yang akan membentuk anak mereka. Melatih anak menjadi pemimpin tidak hanya membutuhkan waktu tetapi juga membutuhkan komitmen dari seluruh lapisan masyarakat. Dan terkadang dengan banyaknya urusan mendesak dalam hidup, pengembangan kepemimpinan menjadi agenda yang hilang dalam 'kesibukan' hidup.
Tiger Woods
Saat diwawancara oleh Fortune tentang perjalanan menuju kesuksesannya, Tiger Woods menceritakan kisah ini. "Ketika saya masih muda, saya bermain golf dengan ayah saya. Ayah saya akan berkata, 'Nah, di mana kamu ingin memukul bola?' Saya memilih tempat dan berkata saya ingin memukul di sana. Dia mengangkat bahu dan berkata, 'Baiklah, pikirkan cara untuk melakukannya.'
"Dia tidak mengoreksi posisi lengan saya, menyesuaikan kaki saya, atau mengubah pemikiran saya. Dia hanya bilang lanjutkan dan pukul bola sial itu. Bagi saya nasehat ayah saya dimaksudkan untuk mempermudah saya.
"Dia tahu bahwa pada usia saya, saya tidak bisa memahami semua seluk-beluk golf. Ia menyederhanakannya dengan: Jika Anda ingin memukul bola ke tempat tertentu, pikirkan cara untuk melakukannya. Bahkan hari ini, ketika saya kesulitan dengan permainan saya, saya masih dapat mendengar kata-katanya, 'Pilih tempat dan pukul saja.' Tanpa bimbingan ayah saya, saya tidak akan menjadi seperti sekarang ini.”
Setelah mewawancarai lebih dari 500 pemimpin terkenal, Pat Williams menyimpulkan bahwa pemimpin yang efektif tidak dilahirkan tetapi dibuat, dan pelatihan kepemimpinan sebenarnya dimulai di rumah dan di sekolah. Dua profesor dari Harvard, Marshall Goldsmith dan Howard Morgan melakukan penelitian terhadap 86.000 peserta dan sampai pada kesimpulan akhir bahwa kepemimpinan dipelajari.
Everton
Saya mengagumi akademi muda klub sepak bola Everton. Mereka memiliki kecenderungan untuk menghasilkan remaja 16 tahun yang berpringkat kelas dunia pada setiap tahun - misalnya Wayne Rooney dan Jack Rodwell.
Saya memiliki kesempatan untuk menghabiskan satu hari penuh dengan mantan pelatih Rooney dan kepala Akademi Everton, Tosh Farrell, dan bertanya kepada mereka bagaimana mereka berhasil menghasilkan begitu banyak bintang. Dan jawabannya sederhana: "Beri mereka kesempatan untuk berpartisipasi dan berlatih, bermain, berlatih, bermain."
Everton Academy percaya itu dapat membentuk setiap anak untuk memiliki kualitas prima selama dia mau untuk belajar, bekerja keras dan tumbuh.
Dia kemudian menunjukkan kepada saya bahwa di setiap kelompok usia, dari usia empat hingga 16 tahun, keterampilan, sikap, dan karakteristik perlu ditingkatkan sebelum anak naik ke tingkat berikutnya. Dengan memaksa Rooney, Rodwell dan lainnya melalui proses ini, mereka menyediakan pemain sepak bola liga utama pada usia 16 tahun. Ini seperti sebuah pabrik. Hanya dalam hal ini, pabrik untuk pemain Liga Inggris.
BF Skinner, seorang pakar prilaku berkata,
“BERIKAN SAYA SEORANG ANAK YANG BARU DILAHIRKAN DAN SAYA DAPAT MENJADIKANNYA KEPADA APA YANG ANDA INGINKAN.”
Di Leaderonomics, misi utama kami adalah membangun pemimpin. Untuk melakukannya, kami mulai sedini mungkin melalui kamp-kamp kami dan melalui interaksi dengan para pemuda. Dan kami percaya bahwa setiap orang harus memainkan peran dalam proses seperti yang telah dilakukan Mokhtar untuk saya.
Akhir kata
Sama seperti sebuah desa dibutuhkan untuk membesarkan anak, komunitas dibutuhkan untuk membangun seorang pemimpin. Orang tua perlu menumbuhkan sifat kepemimpinan pada anak-anak mereka. Sekolah dan guru perlu menyadari bahwa mereka tidak hanya sebagai gudang ilmu untuk prestasi akademik, tetapi juga sebagai pembentuk pemimpin. Perusahaan, di sisi lain, perlu memainkan perannya dengan mendukung dan memperjuangkan pengembangan kepemimpinan formatif bagi anak-anak.
Jadi, apakah Anda seorang ibu, ayah, guru, atau pemimpin perusahaan, Anda perlu terlibat. Tiger Woods, Jack Welch dan Richard Branson ditaburkan dengan benih kebesaran oleh orang tua mereka. Helen Keller dan banyak dari kita telah memperoleh manfaat dari para guru yang membantu mengembangkan kepemimpinan kita. Legenda seperti Mokhtar Dahari juga memiliki perannya yang tidak kurang.
Setiap orang harus menjadi Mokhtar Dahari dan membantu negaranya menghasilkan pemimpin. Ini sederhana saja, kita hanya perlu membantu orang muda menjadi pemimpin yang akan mengubah hari esok.