Kunci yang Memisahkan Pemenang dari yang Kalah

Apr 23, 2021 1 Min Read
Kunci yang Memisahkan Pemenang dari yang Kalah
Sumber:Nataliya Vaitkevich dari Pexels.com

Beberapa minggu yang lalu, tim sepak bola kami Leaderonomics FC memainkan pertandingan liga satu divisi terakhirnya di Liga GSL.

GSL memiliki dua divisi - tiga tim terbawah di divisi satu terdegradasi sementara tiga tim teratas dari divisi dua dipromosikan.

Leaderonomics FC telah hadir di liga sejak awal. Namun, kami tidak pernah terdegradasi atau memenangkan liga. Setiap tahun, kami bekerja keras dan posisi tim kami selalu meningkat. Dari posisi kelima ke keempat, lalu ke tempat ketiga dan kedua dalam beberapa musim terakhir, tetapi tidak pernah memenangkan kejuaraan.

Kemudian datang tahun 2014. Pada pertandingan terakhir musim ini, kami secara resmi dinyatakan sebagai juara satu divisi GSL. Setelah kami merayakan kemenangan yang sangat ditunggu-tunggu, saya teringat akan sesuatu. 

Baca juga: Memimpin dari Belakang, Menciptakan Sebuah Dampak

Saya teringat banyak wawancara dengan para pemimpin hebat di The Leaderonomics Show, di mana hampir semua "pemenang" harus menghadapi suatu tantangan terlebih dahulu sebelum mereka meraih "kemenangan".  Baik itu dalam olahraga atau bisnis, setiap pemenang harus berkorban dan melalui masa-masa pelatihan serta pembelajaran yang melelahkan sebelum berjalan ke podium sebagai pemenang. 

Kesuksesan memang butuh waktu dan tidak bisa diupayakan dalam semalam, bahkan untuk orang-orang di Google dan Facebook. Namun, sering kali kita merayakan kemenangan tetapi jarang merenungkan perjalanan panjang yang telah kita lalui.

Ada kalanya kita menyerah setelah beberapa kali gagal. Namun, sebagian besar pemimpin hebat tidak pernah melakukannya. Mereka tanpa lelah terus berjuang dan hampir tidak pernah menyerah pada tujuan jangka panjang mereka. Lantas, bagaimana para pemimpin ini mampu melakukannya?

Tekun untuk sukses


Alt

Sumber: Burst dari Pexels.com

Saya percaya bahwa orang dapat dibedakan dari ketekunannya. Ketekunan memisahkan pemenang dari yang kalah dalam olahraga dan bisnis. Namun, menjadi tekun itu tidak mudah. 

Psikolog dan akademisi Angela Duckworth mengklaim bahwa: 

“Ketekunan tidak hanya membutuhkan motivasi, tetapi juga kemauan. Ketekunan bukan sekedar upaya kita dalam menyelesaikan sesuatu, tetapi juga bagaimana kita berpegang teguh pada tujuan, implementasi niat melalui tindakan, dan kapasitas kita untuk bekerja keras; tidak hanya berandai tetapi juga berusaha.”


Masalah terbesar dari ketekunan adalah bahwa kebanyakan dari kita mengaitkannya dengan penderitaan dan rasa sakit. Kita sulit untuk tetap tekun karena kita terbiasa menghabiskan waktu bersenang-senang. 

Baca juga: Pemimpin yang Ideal Harus Banyak Bertanya

Setiap kali saya bertanya kepada pebisnis sukses mengapa mereka bisa selalu termotivasi dan penuh komitmen, mereka biasanya merespon dengan “Saya senang melakukan apa yang saya lakukan!”.

Ya, para pemimpin sukses melihat ketekunan sebagai pengalaman penuh sukacita. Sesuai dengan peribahasa bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Lantas, bagaimana kita bisa melihat ketekunan sebagai pengalaman yang menyenangkan?

Mulai dengan tujuan


Alt

Sumber: Breakingpic dari Pexels.com

Satu belajar bahwa kita tidak bisa menjadi pribadi yang tekun secara instan. Seperti otot di tubuh kita, hal tersebut membutuhkan latihan yang berkelanjutan. 

Maka dari itu, kita harus mulai secara perlahan. Cara terbaik untuk menjadi tekun adalah mulai dengan tujuan jangka pendek yang mudah dicapai. Ketika Anda berhasil, maka tubuh Anda akan menghasilkan hormon dopamin yang mendorong mental Anda untuk mencapai kesuksesan lain. 

Nah, penting bagi Anda untuk memecah tujuan jangka panjang menjadi beberapa tujuan jangka pendek. Melalui hal tersebut, Anda dapat mengukur pencapaian Anda sehingga Anda termotivasi untuk terus melanjutkan dan menyelesaikan sisanya.

Disiplin dan kendalikan diri


Alt

Sumber: Yan Krukov dari Pexels.com

Ketekunan membutuhkan disiplin dan kontrol diri. Kedua sifat ini sangat disinkronkan oleh emosi kita, yang dapat membuat kita menyerah sebelum mencapai tujuan. 

Kuncinya adalah dengan kita merubah pola pikir dalam melihat hambatan sebagai peluang. Ya, hal ini mudah diucapkan tetapi sulit dilakukan.

Belajarlah untuk menjadi pemandu sorak Anda sendiri. Jangan menunggu orang lain memuji Anda ketika Anda berhasil karena orang lain memiliki tujuannya masing-masing. Ketika tujuan jangka panjang membuat Anda merasa jenuh dan lelah, pecahkan tujuan itu menjadi beberapa target jangka pendek dan rayakan kemenangan Anda ketika berhasil mencapai sesuatu.

Baca juga: Apa yang Pandemi Covid-19 Ajarkan Tentang Perubahan?

Akhir kata

Kembali ke Leaderonomics FC. Kami bisa saja menyerah dan pindah ke liga yang kurang kompetitif pada saat itu.

Namun, kami bertahan dan merayakan kesuksesan kami. Sebab, kami sadar bahwa kemenangan kami adalah hasil dari ketekunan kami selama ini. 

Ingat peribahasa Roma tidak dibangun dalam sehari. Ya, untuk menjadi "pemenang" memang membutuhkan waktu dan usaha.

Tonton juga:

Share artikel ini

Kepemimpinan

Tags: Jadilah Seorang Pemimpin

Alt
Roshan adalah pendiri dan CEO dari Leaderonomics Group, kepala redaksi untuk Leaderonomics.com dan seorang yang menamakan dirinya sendiri dengan sebutan 'kuli'. Ia percaya bahwa semua orang bisa menjadi pemimpin dan dapat membuat lekukan di alam semesta dengan cara mereka masing-masing.
Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

berpikir

Evaluasi Diri Sebagai Pemimpin dengan 5 Pertanyaan Berikut!

Sudah seharusnya semua pemimpin melakukan evaluasi diri. Diperlukan refleksi diri secara berkala oleh seorang pemimpin dalam upayanya mencapai visi, memberdayakan karyawan, dan memastikan tujuan dalam jangka panjang dapat tercapai. Pastikan Anda mengetahui jawaban dari 5 pertanyaan berikut ini sebagai seorang pemimpin atau pribadi yang ingin berkembang lebih baik lagi!

Nov 26, 2021 4 Min Read

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest