Mengapa Nilai Memainkan Peran Penting dalam Kepemimpinan

Sep 13, 2021 4 Min Read
pemimpin
Sumber:RODNAE Production dari pexels.com
Tentang pemimpin berbasis nilai (values-based leader) yang harus Anda tahu!

Dari semua kualitas yang mendukung seberapa efektifnya suatu kepemimpinan, barangkali tidak ada yang lebih penting dari berpegang teguh pada landasan nilai yang membawa kita kepada kesuksesan.

Sependapat dengan hal ini, Harry M. Jansen Kraemer Jr berpendapat bahwa value based leadership adalah satu-satunya gaya kepemimpinan yang paling efektif.

Kraemer Jr--seorang profesor manajemen dan penulis buku From Values to Action: The Four Principles of Values-Based Leadership percaya bahwa orang-orang akan menjadi pemimpin yang efektif bila mereka menerapkan mindsetsiapa mereka dan apa yang paling penting” pada dirinya sendiri. Menurutnya, hal ini membantu para pemimpin dalam menghadapi segala kemungkinan yang dapat terjadi.

Kebanyakan dari kita tertarik dengan pemimpin yang berbasis nilai (values-based leader). Mereka adalah orang-orang yang memiliki prinsip, jujur, selaras dalam perbuatan dan ucapannya, yang menginspirasi orang-orang terdekatnya, dan mereka merasa lebih bersyukur terhadap apa yang orang lain lakukan padanya daripada cenderung untuk mengharapkan sesuatu sebagai balasan.

Baca juga: Kamu Pemimpi atau Penikmat Kenangan?


Pemimpin yang berbasis nilai menjadi inspirasi bagi para pengikutnya untuk tetap loyal dan berkomitmen dalam melaksanakan tanggung jawabnya.

Namun terkadang, value-based leadership dapat tidak berjalan sesuai ekspektasi, baik itu akibat persepsi negatif atau kekurangan dari penerapan gaya kepemimpinan tersebut.

Buku When Values Backfire: Leadership, Attribution, and Disenchantment in a Values-Driven Organization karya Sandra E. Cha dan Amy C. Edmondson menjelaskan bagaimana pemimpin berbasis nilai tetap dapat menerima penilaian negatif karena gagal dalam melaksanakan peran mereka dalam menjalankan suatu organisasi.

Pemimpin yang karismatik seringkali menghasilkan ekspektasi tinggi terhadap kepemimpinan mereka karena bagaimana cara mereka menginspirasi, memotivasi, dan mendorong pengikutnya untuk menyebarkan nilai-nilai dan visi yang pemimpin tersebut miliki.

Baca juga: Pelajaran Kepemimpinan dari Seorang Salvador Dali


Pemimpin seperti itu dijunjung tinggi karena pengikutnya memperoleh dukungan dan kesadaran akan potensi yang dimilikinya ketika menerapkan nilai-nilai yang dianut pemimpin mereka.

Namun, jika timbul perasaan bahwa pemimpin tersebut munafik dalam perbuatannya, hal ini dapat menyebabkan kekecewaan sebagaimana didefinisikan oleh Cha dan Edmondson sebagai “sebuah transisi di mana timbul campuran emosi dari kekecewaan serta hilangnya kepercayaan pada pemimpin yang telah meninggikan ekspektasi pengikutnya karena nilai-nilai yang telah diterapkannya.”

Ada salah satu insight menarik dari artikel yang menyoroti sebuah fenomena bernama “hyprocrisy attribution”, di mana karyawan akan menganggap seorang pemimpin munafik tanpa mempertimbangkan bahwa dia mungkin “memiliki legitimasi yang sah atas tindakannya tersebut”.

Dalam kesimpulannya, Cha dan Edmondson berpendapat bahwa tantangan yang dihadapi para pemimpin terletak pada bagaimana cara mereka menuai manfaat dari menerapkan nilai-nilai organisasi yang dianutnya secara tegas sambil menghindari kemungkinan dianggap sebagai munafik. 

Baca juga: Lakukan Saja! Pemimpin Selalu Menjalankan dan Menyelesaikan


Satu-satunya kualitas terpenting dalam menghadapi tantangan ini adalah transparansi melalui komunikasi terbuka.

Memang benar bahwa karyawan dapat secara cepat membuat penilaian subjektif tanpa mempertimbangkan pemimpinnya (misalnya, “Mengapa saya diberikan tugas ini? Apakah mereka tidak tahu berapa banyak hal yang harus saya lakukan?”). Di sisi lain, pemimpin juga gagal dalam mengatasi permasalahan tersebut yang akan sangat nyata terbenak dalam pikiran karyawannya.

Sebagaimana diimplikasikan oleh Cha dan Edmondson, karyawan ahli dalam membuat penilaian cepat; namun, penilaian ini pasti dapat semakin memburuk selama komunikasi seorang pemimpin yang kurang efektif tersebut terus berkelanjutan.

Kraemer Jr berpendapat bahwa adanya “ketidakpercayaan yang meluas akan kepemimpinan” dan itu merupakan tugas dari seorang pemimpin untuk memperoleh dan mempertahankan kepercayaan para pengikutnya. 

Baca juga: Kepemimpinan Terhebat dari Ayahku


Tentunya, beberapa pemimpin merasa bersalah karena kekurangannya yang bisa jadi mengarah pada “hypocrisy attribution”. Tetapi ada kemungkinan bahwa banyak dari mereka yang sesederhana itu mengabaikan kewajibannya untuk memberikan penjelasan dan arahan komprehensif pada para karyawannya.

Dari sisi karyawan pun akan lebih bijak bila mereka juga mempertimbangkan kepemimpinan sebagai persoalan yang kompleks dan layaknya manusia pada umumnya, seorang pemimpin tidak akan selalu benar dan terkadang memerlukan waktu untuk menentukan tindakan mana yang paling tepat dilakukan dalam suatu permasalahan.

Hanya melalui komunikasi terbuka kemudian kedua pihak dapat saling memahami satu sama lain, yang mana pada awalnya mungkin menjadi sebuah tantangan tersendiri. Namun, pasti hal tersebut akan terbuktikan dengan terwujudnya kinerja yang lebih baik dari semua elemen yang terlibat pada organisasi tersebut.

Tonton juga: '3 Cara untuk Meningkatkan Mindful Leadership'!

Share artikel ini

Kepemimpinan

Tags: Jadilah Seorang Pemimpin

Alt
Sandy is a former Leaderonomics editor and is now a freelance writer based in Malaysia, and previously enjoyed 10 years as a journalist and broadcaster in the UK. As editor of www.leaderonomics.com, he has been fortunate to gain valuable insights into what makes us tick, which has deepened his interests in leadership, emotions, mindfulness, and human behaviour.
Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

Pria Sedang Melihat Dirinya Di Cermin

Lihatlah Diri Anda di Cermin Kepemimpinan

Artikel ini Ditulis Oleh : Manfred F. R. Kets de Vries. Lihatlah Diri Anda di Cermin Kepemimpinan

Jan 15, 2023 4 Min Read

brilianto

3 Kunci Prinsip Kepemimpinan

Brillianto Rineksa, menguraikan 3 prinsip kepemimpinan yang diterapkan selama ini sebagai seorang yang menduduki posisi Sekjen ISRA. Prinsip pertama akan membantu seorang pemimpin sehingga tidak akan ditinggal oleh mereka yang dipimpinnya. Kepemimpinan kedepan bukan soal structural atau hirarki atas ke bawah, tetapi sebuah bentuk yang lebih nonformal bagaimana seseorang dapat menjadi pemimpin walaupun tidak memiliki sebuah posisi jabatan formal.

May 12, 2021 11 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest