“Be a curator of your life. Slowly cut things out until you’re left only with what you love, with what’s necessary, with what makes you happy.”- Leo Babauta
Perjalanan karier lebih dari 20 tahun telah mengajarkan saya banyak hal dalam hidup. Memulai karier dari bawah dan berada di titik saat ini menghadirkan banyak cerita. Perjuangan yang tidak mudah pastinya, tetapi saya bersyukur bisa melewati semua itu. Skenario Allah untuk hidup saya sangat luar biasa, privilege yang luar biasa buat orang yang biasa-biasa saja. Semua menjadi indah pada waktunya, tidak ada yang lebih cepat dan tidak ada yang lebih lambat. Semua orang di sekitar saya tahu betul ketidakistimewaan saya, kelemahan-kelemahan saya, tetapi saya bersyukur mereka bisa menerima dan membantu saya menjadi pribadi yang lebih baik.
Saya sering sekali mendengarkan masukan dari para mentee tentang diri mereka atau orang-orang yang berada di sekitar mereka dalam hal pencapaian karier. Banyak yang mungkin terintimidasi dengan “Forbes under 30’s” atau “Forbes under 40’s”. Mereka melihat ada yang salah ketika belum berada di level tertentu di usia tertentu. Mereka ada yang merasa salah jika tiap tahun tidak mendapatkan promosi atau kenaikan level di organisasi. Hidup buat mereka betul-betul seperti perlombaan di mana pilihannya hanya menang dan kalah. Seperti ada perlombaan untuk menunjukkan keberhasilan mereka kepada dunia dan disajikan di media sosial.
Baca juga: Penderitaan dari Membandingkan Diri dengan Orang Lain
Tekanan media sosial dan kehidupan perkotaan terkadang memang memberikan tekanan berlebih kepada orang-orang ini. 24 jam sehari rasanya tidak cukup buat orang-orang ini untuk membuktikan eksistensi mereka. Kalimat “push yourself to your limit” menjadi disalah artikan dengan betul-betul mengorbankan waktu dan rehat untuk memenuhi tekanan-tekanan dunia sekitar mereka.
Pada akhirnya, banyak orang lupa bagaimana sebenarnya bisa menikmati hidup atau menikmati perjalanan karier. Orang lupa dengan yang namanya “jeda” atau “rehat”. Kita kadang lupa bahwa banyak hal yang kita bisa syukuri di luar jabatan, uang dan hal-hal duniawi lainnya. Kita seharusnya masih bisa menikmati begitu banyak pencapaian dalam hidup yang diberikan oleh Allah yang maha hebat. Termasuk sebenarnya berapa orang yang terinspirasi dari karya dan kerja kita.
Tidak ada yang salah dengan berkompetisi untuk menjadi yang terbaik, tapi kita tetap harus ingat bahwa semua hal yang terburu-buru tentunya tidak akan kita bisa nikmati. Ada kalanya kita harus berhenti sejenak dan melihat kembali ke sekeliling kita. Menyentuh kembali hobi-hobi yang sudah kita tinggalkan, bertemu dengan orang-orang yang telah membuatmu menjadi hari ini, bercengkrama dengan keluarga tanpa harus dihantui perasaan bersalah karena target pekerjaan dan melakukan "self reward” lainnya untuk berterimakasih kepada tubuhmu tentang betapa hebatnya dia selama ini.
Baca juga: Apa Makna Bekerja Bagi Anda?
Kembali ke diskusi saya dengan beberapa mentee soal hidup mereka atau orang-orang di sekitar mereka, jawaban saya sangat klise dan mungkin bukan yang mereka harapkan. “Cobalah menikmati perjalanan hidupmu, mensyukuri apa yang kamu capai hari ini dan bisa menikmatinya, tetaplah berkompetisi tanpa harus meninggalkan esensimu sebagai manusia, makhluk sosial yang perlu berinteraksi dan memberi makna yang lebih baik dalam hidup”. Hidup ini tidak bisa dijalani oleh diri kita sendiri, kita perlu orang lain untuk memberi warna dalam hidup kita. Hidup soal menikmati perjalanan bukan hanya soal pencapaian-pencapaian.
Hidup itu berjalan makanya harus dijalani, bukan berlari atau menjadi ajang pelarian…
Sudahkan kamu menikmati hidup apa adanya saat ini? Sesederhana bisa menikmati kopi di setiap tetesnya? Bukan meminum kopi mahal sambal berjalan menuju kantor dan terburu-buru.
Artikel ini diterbitkan dari akun LinkedIn milik Dudi Arisandi.