“Bekerjalah untuk duniamu, seakan kau akan hidup selamanya,
Beramallah untuk akhiratmu seakan esok hari engkau tiada”
Lirik lagu Qosidah di atas menjadi inspirasi untuk menuliskan artikel ini. Tulisan ini berawal dari pengalaman saya selama berinteraksi dengan beberapa orang. Beberapa dari mereka mengeluh dengan pekerjaannya, merasa tidak kompeten dalam menjalankannya, menyerah karena merasa tidak ada keahlian di bidang yang dikerjakannya, merasa bahwa keadaan yang ada tidak mendukungnya, atau tidak sesuai passion dan pendidikannya sehingga menjadi alasan untuk mencari pekerjaan lainnya.
Dalam hati saya bertanya, “Mengapa tawaran pekerjaan itu diterima? Toh dari awal kita sudah tahu, tugas dan tanggung jawabnya apa. Jika memang tidak bisa menjalankannya mengapa harus diambil? Apakah karena butuh uang? Atau tidak ada pekerjaan lainnya sehingga menerima pekerjaan tersebut? Lebih dalam lagi, apakah mereka belum menemukan makna mengapa ia bekerja?”
Saya tidak tahu persis alasan dibalik mereka mengambil pekerjaannya. Saya yakin mereka sudah mempertimbangkan matang-matang pekerjaan yang diambilnya tersebut. Mungkin yang menjadi pertanyaan adalah, “Sudahkan kita berusaha sekuat tenaga untuk bisa menjalankan tugas dan tanggung jawab atas pekerjaan kita? Ataukah kita belum berusaha, lantas mengeluhkan atas beratnya tanggung jawab pekerjaan tersebut?” Mari tanya kepada diri masing-masing. Seberapa besarkah usaha kita dalam mengerjakan tanggung jawab tersebut?
Etos kerja yang pantang menyerah, berusaha memberikan yang terbaik serta tidak segan meminta bantuan dan menawarkan bantuan bisa menjadi alternatif dalam menghadapi segala tantangan yang ada. Sayangnya, semangat dan etos kerja tersebut tidak semua orang memilikinya. Bukan tidak memiliki, lebih tepatnya belum “mengaktifkan” dengan sepenuh hatinya. Saya yakin etos kerja tersebut dibangun oleh nilai-nilai positif yang diyakini dan dibawa oleh setiap orang. Lalu, bagaimana cara mengaktifkannya?
Kuncinya, ketika Anda bekerja, cobalah ingat bahwa Anda akan hidup selamanya. Artinya Anda memiliki mimpi-mimpi yang harus Anda capai, memiliki suami/istri/anak atau keluarga yang membutuhkan diri Anda untuk sama-sama mencapai kebahagiaan hidup.
Ada kalanya kita perlu sejenak duduk, lalu bertanya, untuk siapa saya bekerja?
Jawabannya tentunya ada dalam hati Anda masing-masing. Untuk diri sendiri, untuk keluarga (suami, istri atau anak), untuk orang tua, untuk orang-orang sekitar saya atau untuk beribadah terhadap Tuhan?
Seberapa tinggi Anda memaknai pekerjaan Anda, maka setinggi dan sedalam itulah Anda akan menjalankannya. Terkadang kita terlalu “disibukkan” dengan kegiatan sehingga “value kebaikan” dalam diri kita tidak begitu aktif dalam merespon apa yang sedang kita kerjakan dan lakukan. Semakin redup “value kebaikan” itu, maka semakin negative response yang kita berikan terhadap apapun yang kita lakukan. Value kebaikan ini mendorong kita untuk tetap jernih, positif dan berpikiran luas serta mendalam, fokus, berorientasi serta optimis melihat masa depan. Cobalah ambil waktu Anda untuk sekedar “me time” dari kesibukan Anda dan refleksi perjalanan hidup Anda sekarang.
Setelah Anda mendapatkan jawabannya, untuk apa Anda bekerja? Tentunya Anda akan bisa merumuskan makna bekerja bagi Anda. Makna bekerja ini merupakan dorongan tujuan, dan motivasi besar bagi Anda dalam melakukan pekerjaan Anda.
Jika kita melihat teori Abraham Maslow, kita tahu bahwa dasar dari kebutuhan manusia bekerja adalah uang (pemenuhan kebutuhan fisik), lalu diikuti oleh rasa aman. Selanjutnya, kebutuhan sosial, kebutuhan untuk diakui dan dihargai serta dorongan untuk terus beraktualisasi diri. Cobalah tanyakan kepada hati masing-masing, Anda bekerja untuk memenuhi kebutuhan yang mana?
Fenomena menemukan makna kerja ini bisa kita saksikan contoh nyatanya. Mengapa ada orang yang resign dari perusahaannya di Singapura, melepaskan jatabannya sebagai Manager di sebuah perusahaan multinasional, memilih untuk kembali ke Indonesia menjadi guru di daerah dengan keterbatasan infrastrukstur yang ada. Atau teman saya, memilih membangun sekolah untuk generasi muda bangsa Indonesia tanpa mengharap keuntungan finansial sama sekali. Ada juga teman saya resign dari perusahaan perbankan nasional dengan karier yang sukses, lalu memilih mengembangkan organisasi swadaya yang memberikan banyak manfaat kepada masyarakat. Ketika saya tanya, mengapa kamu resign? Jawabannya sederhana “Saya tidak menemukan diri saya sendiri di sana”.
Fenomena tersebut menjadi kunci bahwa mereka sudah menemukan makna bekerjanya. Ketika kita sudah menemukan makna dalam pekerjaan atau aktivitas yang kita lakukan, maka semangat dan etos kerja positif bukan menjadi kendala lagi. Mereka bisa bekerja keras, tanpa berpikir keras, menjaga kualitas dan mutu pekerjaannya sekaligus kehidupannya. Komitmen, engagement, inisiatif, dan dorongan untuk berkarya selalu muncul setiap mereka menjalankannya.
Mari sama-sama menemukan makna bekerja kita agar kita tahu dan yakin terhadap apa yang kita pilih, lakukan dan kerjakan. Tiga pesan yang selalu saya ingat dari sosok Pak Anies Baswedan dalam memaknai setiap aktivitas dan pekerjaan yang saya lakukan yaitu,
“Pilihlah pekerjaan yang bisa mengakomodir dirimu dari tiga hal. Pertama, secara finansial bisa mencukupi kebutuhanmu dan keluargamu, secara personal memberikan kesempatan untuk terus melakukan pengembangan diri dan terakhir, pilih pekerjaan yang bisa memberikan dampak positif untuk sekelilingmu”.
Lalu, bagaimana jika ketiganya tidak kita dapatkan? Kita masih bisa berkarya dengan jalan apapun untuk bisa menemukan makna hidup kita. Anda masih bisa bekerja di kantor Anda, tanpa mengurangi kesempatan Anda untuk terus belajar mengembangkan diri, atau melakukan sesuatu yang berdampak untuk sekeliling Anda.
Suhariyanto sudah berpengalaman lebih dari 10 tahun bekerja di berbagai industri perusahaan pada bidang Human Resources. Pengalaman beliau membuatnya terampil dalam Human Capital Development termasuk bidang Learning & Development, Talent Management, Performance Management, Recruitment, Employee Engagement, dan Culture Development. Saat ini, beliau sedang berproses sebagai People Partner di AMAAN Indonesia.
Oleh Juliet Funt. Banyak dari kita memiliki keseharian yang erat dengan hiburan audio. Segelintir orang pun merasa 'terbantu' jika bekerja diiringi musik. Akibatnya, kita menjadi asing terhadap situasi hening tanpa stimulasi apapun. Apa dampak buruknya?
Masih banyak orang yang percaya bahwa adanya hubungan di dunia kerja itu tidak diperlukan. Padahal, hal tersebut sangat penting dan mampu menunjang kinerja seseorang karena adanya lingkungan kerja yang mendukung.