Apa Masa Depan Lulusan Pasca Covid-19?

Jan 24, 2022 1 Min Read
Apa Masa Depan Lulusan Pasca Covid-19?
Sumber:Pixabay
Covid-19 dan tren misi kemanusiaan

Ketika Covid-19 mendatangkan malapetaka pada Maret 2020 lalu, para profesor INSEAD (European Institute of Business Administration) mencari cara untuk menyesuaikan perkuliahan magister mereka dengan mekanisme daring. Salah satu dari kami adalah Winnie, yang mengajarkan mata kuliah Masalah Psikologis dalam Manajemen atau Psychological Issues in Management (PIM).

Melalui sesi perkuliahan PIM tentang definisi kesuksesan pribadi, mahasiswa diminta untuk menulis narasi tentang kehidupan mereka sepuluh tahun ke depan. Mereka harus memvisualisasikan di mana mereka akan berada, apa yang akan mereka lakukan dan bagaimana mereka bisa mencapainya. 

Ketika berita tentang penyebaran Covid-19 membuat mahasiswa gelisah, tampaknya tidak realistis untuk mengharapkan mereka berpikir secara mendalam tentang tugas tersebut. Namun, saya terkejut karena tugas mereka menjadi sesuatu yang sangat menginspirasi dan menggerakkan hati ketika saya membacanya.

Dalam menggambarkan skenario masa depan mereka, para mahasiswa teringat akan ketidakpastian pasar kerja tahun 2020 lalu. Oleh karenanya, mereka menjadi kreatif dan menentukan opsi pekerjaan lain yang tidak biasa. Mereka membayangkan diri mereka beralih ke industri yang memiliki tujuan sosial seperti kesehatan dan kesejahteraan. Bahkan, beberapa dari mereka yang masih berpegang teguh pada jalur karir konvensional ragu akan dampak lingkungan yang timbul akibat operasional perusahaan kebanyakan.

Baca juga: 4 Tahap Membangun Mental Kuat dan Tangguh

Terlepas dari kesuraman yang dibawa pandemi, para mahasiswa berhasil mengilustrasikan masa depan yang tidak kalah menarik dan memuaskan. Beberapa menulis tentang bagaimana Covid-19 telah mempererat ikatan sosial melalui komunikasi virtual yang intens. Tema umum lainnya adalah bagaimana Covid-19 memfokuskan kembali perhatian terhadap orang yang mereka cintai. 

Sungguh menggembirakan melihat mahasiswa kami menunjukkan kekuatan, solidaritas, dan orientasi sosial yang luar biasa setelah krisis global. Namun, kritik menunjukkan bahwa kita telah melalui banyak krisis seperti Covid-19 sebelumnya, di mana niat mulia untuk mengubah dunia tidak ditindaklanjuti dengan cukup. Bisakah kali ini berbeda?

Kita pikir jawabannya tentu "ya". Kesadaran dan kemauan pasti ada, tetapi sejauh mana hal tersebut dapat menjadi katalis perubahan yang nyata? 

Kabar baiknya, tampak bahwa pemimpin di seluruh dunia menunjukkan komitmen mereka untuk berubah lebih dari sebelumnya.

Perjalanan mencari makna hidup

Alt

Sumber: Julian Jagtenberg dari Pexels.com

Bagaimana seseorang dapat beralih menekuni karier di bidang sosial adalah topik yang menarik bagi kami. Terbukti bahwa krisis dan peristiwa tak terduga lainnya memicu seseorang untuk mencari makna yang lebih besar dalam kehidupan. Contohnya, Profesor Yale Amy Wrzesniewski dari Universitas Yale telah meneliti bagaimana sekian banyak orang di AS berganti pekerjaan setelah serangan teroris 9/11.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh salah satu dari kami (Jasjit) menunjukkan bahwa sebagian karyawan (biasanya yang lebih muda) rela berkecimpung di bidang sosial dengan gaji yang lebih rendah. Pekerjaan semacam itu tidak hanya dapat memberikan kepuasan pribadi melalui dampak yang dicapai seseorang, tetapi juga bermanfaat dalam mengembangkan keterampilan baru.

Dalam periode krisis, kekhawatiran masyarakat menjadi lebih menonjol. Dalam sebuah studi baru-baru ini, salah satu dari kami (Winnie) mewawancarai lebih dari 90 wartawan yang kehilangan pekerjaan dan menemukan bahwa hampir 40% dari mereka menolak kesempatan bekerja di perusahaan for profit dan memilih untuk bekerja sebagai jurnalis freelance.

Baca juga: Wah, Ternyata Ini Hikmah yang Bisa Kita Petik dari Bunga!

Studi ini menemukan bahwa hubungan mental yang mendalam antara apa yang dilakukan seseorang dan makna yang berasal darinya, adalah akar dari kegigihan para jurnalis. Bahkan, gaji yang lebih rendah tidak menghalangi mereka untuk berkecimpung di bidang sosial. 

Kesimpulan Winnie pun didukung oleh studinya yang lain, salah satunya menggambarkan bagaimana staf organisasi pengungsi tetap semangat bekerja meski memiliki tuntutan pekerjaan yang luar biasa dan gaji yang juga tidak seberapa. 

Peran bisnis dalam masyarakat

Alt

Sumber: Daria Obymaha dari Pexels.com

Studi di atas menggambarkan kelemahan pekerjaan konvensional dalam memberikan makna–suatu permasalahan yang cenderung meningkat di era Covid-19 dan setelahnya. Ketika ekonomi secara perlahan dibuka kembali, generasi profesional muda kemungkinan memikirkan kembali prioritas karier mereka. 

Begitu pula dengan perusahaan yang kemungkinan harus memikirkan kembali peran mereka dalam masyarakat. Jika tidak, mereka bisa saja kehilangan bakat baru dan pegawai kompeten yang mereka miliki.

Perusahaan pada umumnya sering dinilai kurang mempertimbangkan aspek sosial dalam operasionalnya. Untuk sebagian besar perusahaan tersebut, tindakan sosial sudah secara turun temurun dianggap sebagai upaya penyaluran dana terhadap yayasan atau proyek CSR yang kekurangan dana. Namun, kebanyakan perusahaan tidak memiliki komitmen atau orientasi yang nyata.

Meskipun begitu, dalam beberapa tahun terakhir terjadi perubahan. Kini bisnis semakin sering digunakan sebagai upaya untuk melakukan tindakan baik, sebagaimana tampak dari perusahaan besar yang mendefinisikan misi dan tujuan sosial mereka.

Baca juga: 3 Cara Membangun Organisasi yang Agile

Hal ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang perlu menggeser posisi mereka pada spektrum, dari ruang bisnis tradisional (selalu mengutamakan keuntungan) ke model yang lebih hybrid (tujuan sosial dan keuntungan lebih seimbang). Perusahaan seperti Unilever dan Patagonia pun telah mengintegrasikan masalah sosial ke dalam strategi bisnis mereka.  

Covid-19 menunjukkan bahwa bisnis menjadi lebih giat dalam menanggapi kebutuhan mendesak masyarakat. Perusahaan kosmetik merespon situasi tersebut dengan memproduksi pembersih tangan, produsen garmen membuat masker wajah, perusahaan mobil memproduksi ventilator, dan raksasa teknologi dunia tengah merancang alat pelacakan kontak virus.

Memang kemajuan semua elemen masyarakat dalam memberikan dampak positif perlu ditelaah lagi ke depannya. Namun, perubahan tidak hanya dapat dilakukan oleh perusahaan besar. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, para lulusan magister mungkin saja akan mencari pekerjaan di tempat lain jika fokus mereka tidak sejalan dengan perusahaan pada umumnya.

Dunia pasca-krisis

Alt

Sumber: Pixabay

Terlepas dari sebuah hipotesa, mungkin terlalu dini untuk mengetahui apakah krisis saat ini benar-benar menjadi titik balik dalam membuat manusia lebih peduli dengan orang lain. Dari tenaga medis yang mempertaruhkan nyawa mereka hingga warga biasa yang secara proaktif menerapkan kebiasaan sehat setiap harinya, kami telah melihat perubahan yang sangat signifikan. 

Namun, hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada dari mereka yang membahayakan orang lain atau menunjukkan xenophobia dan rasisme.

Penulis Jeanette Winterson berkata,
“Di ruang yang penuh kekacauan, masih ada kesempatan lain.”

Ketika kita menavigasi krisis, kita harus memikirkan kembali siapa kita dan apa yang bisa kita lakukan. Meskipun kita pasti dihadapi berbagai rintangan, kita juga dapat bersyukur bahwa hidup telah memberikan kita kesempatan untuk mengenali potensi dan kebahagiaan kita. 

Melihat apa yang telah dilalui angkatan 2020 beberapa tahun terakhir, tidak heran bila mereka yang akan selanjutnya mengawali perubahan.

Tonton juga:

Alt
Artikel ini diterbitkan ulang atas izin INSEAD Knowldege. Hak Cipta INSEAD 2021.

Share artikel ini

Komunitas

Tags: Covid-19

Alt
Jasjit Singh adalah seorang Profesor Program Studi Strategi dan Pembangunan Keberlanjutan di INSEAD. Singh juga memimpin Program Kewirausahaan Sosial (ISEP) di INSEAD.
Alt
Winnie Jiang adalah seorang Asisten Profesor Program Studi Perilaku Keorganisasian di INSEAD. Jiang memiliki fokus penelitian pada dinamika pembuatan makna di tempat kerja, mobilitas karir, dan manajemen sumber daya manusia.

Mungkin Anda Juga Menyukai

Humanoid di masa depan

Masa Depan Dunia Kerja: Seberapa Siapkah Anda?

Sekarang ini, kita tampaknya hidup dalam fase transformasi di mana perubahan tidak lagi berjalan secara bertahap namun terjadi dengan sangat cepat. Kita dihadapi oleh disrupsi sistem, struktur, dan status quo. Pertanyaannya adalah bukan soal masa depan dunia kerja, tetapi apakah kita sudah siap menghadapinya?

Apr 06, 2022 4 Min Read

toxic boss

4 Cara Menghadapi Seorang Toxic Boss

Seringkali kita temui segelintir orang yang bekerja untuk bos yang tidak menghargai mereka sama sekali dan bahkan ini dapat dikatakan sebagai toxic boss karena dapat membuat karyawan jenuh dan lingkungan yang tidak sehat di kantor. Hal ini tentu saja harus dihentikan.

Aug 30, 2021 2 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest