Penting rasanya untuk mengingatkan diri tentang posisi relativitas diri ini dalam sebuah kehidupan. Kesadaran bahwa dunia tidak selalu berputar di sekiling kita saja. Aurelius secara teratur melakukan meditasi, bercermin tentang luasnya alam semesta dan menelaah posisi waktu yang merentang dari masa lalu ke masa depan.
Ia, secara kontemplatif, menempatkan jangka kehidupan pendeknya ke dalam konteks yang lebih luas. Sehingga, sangat tidak masuk akal jika mengharapkan semesta selalu sesuai dengan kehendak kita.
Jika selalu berharap alam semesta memberikan apa pun yang diinginkan, maka jangan bersedih jika selalu mendapat kekecewaan. Namun jika mampu mendekap apapun yang diberikan alam semesta, menerima dan mensyukurinya maka hidup tentu akan lebih mudah dan bahagia.
Baca juga: 7 Mitos Tentang Emosi yang Menghambat Mental Kuat Anda
QLC dari Perspektif Lain
Wajar rasanya jika memandang QLC sebagai hal yang menyebalkan dan ingin cepat-cepat dilalui. Namun, sebenarnya, ada keuntungan yang bisa didapatkan jika krisis ini hadir dikehidupan.
Atwood & Scholtz dalam makalahnya berargumen bahwa perasaan hilang arah atau rasanya tidak memiliki tujuan hidup dapat menjadi titik awal seseorang untuk melakukan pencarian jati diri yang murni dan sebenar-benarnya.
Setelah melakukan evaluasi dari situasi yang ada, menentukan dengan jujur apa yang sebenarnya dicari dan apa yang sesunggunya mampu membawa membahagiakan, dapat menjadi batu loncatan yang merubah hidup jauh lebih baik dan membahagiakan sekalipun hal itu berbeda dengan kemauan orang-orang terdekat.
Senada dengan Atwood & Scholtz, Caroline Beaton dalam tulisannya yang bertajuk “Why Millenials Need Quarter Life Crisis” di Psychology Today menyatakan bahwa QLC dapat menjadi pengingat bagi seseorang untuk terus berjuang maju dalam hidupnya. QLC adalah tentang ketidakpastian, dan dari situ pula, seseorang dapat menangkap bahwa tidak ada hal yang permanen di dunia ini, termasuk krisis yang dialami diri sendiri.
Baca juga: Kenapa Penting untuk Mengenal Kekuatan dan Kelemahan Anda
Terkadang, QLC membuat orang ingin terus berlari atau melawan. Namun, semakin jauh atau cepat orang berlari menghindar dari krisis tersebut, akan membuat hasilnya semakin nihil. Alternatif tindakan yang dapat dilakukan adalah mencoba menerima hidup pada saat ini walaupun belum benar-benar sesuai kehendak diri.
Alih-alih pusing menyatukan frekuensi dengan segala tuntutan yang ada, memahat asumsi atas hal-hal yang terjadi terkait diri kita dan bagaimana menyikapinya menjadi hal yang lebih bermanfaat dan rasional untuk dilakukan demi hidup yang lebih bahagia.
Memang betul bahwa soal ini tak mungkin mudah dilakukan. Tetapi, jika terus melatih diri dengan persepsi dan pikiran positif maka menghadapi QLC dapat menjadi momentum pijakan yang tepat untuk mengubah arah hidup menjadi lebih baik.
Karena QLC adalah sebuah keniscayaan yang kemungkinan besar harus dihadapi generasi milenial, kesiapan diri dengan bagaimana cara menghadapinya adalah hal yang terpenting dari semuanya.
Sumber artikel dari: Rentan Alami Quarter Life Crisis, Millenials Dituntut Rasional Hadapi Realita
Tonton juga: 'Bagaimana Memimpin Diri Anda Sendiri dengan Segala Ketidakpastian'!