“New technology does not replace humans as much as it replaces humans who don’t use new technology.” – Dr. Justin Cohen.
Jadi, bagaimana kita dapat memanfaatkan tantangan dan peluang dari kehadiran AI?
Cohen berargumen bahwa manusia tidak hanya harus beradaptasi di dunia yang didominasi AI, namun kita juga perlu meng-update otak agar mampu bersaing. Software update atau brain update manusia bukanlah tentang kita menyatu dengan mesin, tapi bagaimana kita mengembangkan serangkaian keterampilan dan sikap yang dapat membantu diri menavigasi masa-masa perkembangan AI yang tidak menentu.
Sebelum menjelaskan update yang ia maksud, Cohen menjabarkan hakikat dari apa yang menjadikan kita manusia. Baik itu kemampuan untuk berinovasi, berempati, memahami perbedaan, dan memiliki kesadaran–hal tersebut hanyalah sedikit contoh dari banyaknya karakteristik yang membedakan manusia dengan sistem AI tercanggih sekali pun. AI memang unggul dalam pengerjaan tugas yang terstruktur dan berdasarkan data, namun manusia memiliki kelebihan tersendiri dalam kreativitas, kecerdasan emosional, dan kemampuan berpikir abstrak.
Di sisi lain, tidaklah bijak jika kita sudah merasa cukup. Cohen menegaskan konsep growth mindset atau pola pikir yang menuntut kita untuk terus belajar seumur hidup. Melihat perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat, sudah sepatutnya manusia menjadi pembelajar sepanjang hayat, menerima ketidaknyamanan dengan terbuka, dan berani keluar dari zona nyaman intelektual kita masing-masing. Hal ini didasari oleh neurosains: otak kita akan terus melakukan reorganisasi dalam bentuk interkoneksi baru pada saraf yang mana dipicu oleh tindakan seperti menuntut ilmu dan menerima tantangan.
Baca juga: Pentingnya Kecerdasan Buatan dan Standar Teknologi yang Etis
7 Tips Upgrade Kemampuan Otak
Cohen memperkenalkan 7 update krusial yang identik dengan sikap bertanggung jawab, menumbuhkan pola pikir positif, serta mengoptimalkan kinerja pikiran dan tubuh:
1. Menerapkan pola pikir agile
Kita harus menjadi seorang lifelong learner, yakni pembelajar sepanjang hayat yang aktif mencari pengetahuan serta mengasah keterampilan baru.
“When it comes to agility, there’s another bug in our operating system: our resistance to discomfort.” – Dr. Justin Cohen
Cohen menginspirasi pembacanya untuk merangkul tantangan dan keluar dari zona nyaman mereka masing-masing. Baik itu dengan mempelajari keterampilan baru, memulai percakapan dengan orang asing, atau bahkan mengupayakan yang terbaik secara fisik untuk ikut lari maraton.
2. Menyadari tanggung jawab personal
Kita tidak bisa mengendalikan hal-hal yang bersifat eksternal, namun kita mampu mengontrol respon diri. Contohnya dengan lebih bijak menggunakan teknologi dan memilah sumber informasi dibandingkan mindless scrolling konten-konten yang disajikan algoritma. Tentunya kita tidak mau diperbudak oleh gadget sendiri, kan?
“Let’s just make sure we’re in control, not the apps.” – Dr. Justin Cohen
3. Berpikir positif
Poin ini bukan tentang kita mengekspektasikan yang terbaik dari segalanya. Sementara berbagai pembicara seperti Cohen telah mengajarkan manfaat dari berpikir positif, sains menunjukkan bahwa otak manusia lebih rentan terhubung dengan hal-hal negatif. Mengapa kita lebih cepat melihat wajah yang cemberut dalam kerumunan yang tersenyum? Pernahkah Anda memperhatikan itu?
Menurut Dr. Cohen, bias ini dapat diatasi dengan kita mempraktikkan rasa syukur–mengapresiasi apa yang kita miliki agar tetap berpikir positif di situasi yang rumit sekali pun.
“The brain needs an update. We need to actively cultivate more positivity, particularly in an age of exponential change when so much is uncertain.” – Dr. Justin Cohen
4. Manajemen stres
Mengatasi stres adalah hal krusial di dunia yang identik dengan perubahan. Memang ada jenis stres yang meningkatkan daya fokus, kreativitas, dan aksi seseorang. Namun, kita harus memahami sejauh mana stres dapat mendorong kinerja kita–karena tentunya stres yang tidak terkendali dapat memicu kecemasan (anxiety).
Maka dari itu, penting bagi kita untuk belajar mengelola stres. Baik itu dengan teknik pernapasan, olahraga, mengubah pola pikir, atau lainnya–cari tahu mana yang sesuai dengan kebutuhanmu.
Baca juga: Stres Bekerja? Ini 5 Tips Jaga Work-Life Balance
5. Temukan ‘tujuan’-mu
Memiliki tujuan hidup adalah petunjuk bagi kita ketika menghadapi kesulitan. Nyatanya, individu yang didorong oleh tujuan terbukti lebih tangguh dan sejahtera hidupnya.
Penelitian menemukan hubungan menarik antara stres dan altruisme: mereka yang selalu membantu orang lain menunjukkan ketahanan yang luar biasa secara fisik dan mental. Jadi, ketika suatu saat nanti kamu merasa kewalahan, cobalah untuk menghubungi seseorang yang sedang butuh bantuan. Mungkin saja ini bisa menjadi obat untuk stres yang kamu alami.
“Hug someone. Help someone. Seek or give social support.” – Dr. Justin Cohen
6. Membangun hubungan sosial
Jangan remehkan manfaat dari hubungan sosial. Bahkan di dunia yang sangat erat dengan teknologi sekali pun, pencapaian dan support system yang kita miliki berangkat dari kolaborasi dan komunitas. “A person is a person because of other people.”
“The story of human progress is the story of connecting with and learning from one another.” – Dr. Justin Cohen
7. Melakukan aksi yang nyata
Sesungguhnya ilmu yang tidak disertai tindakan adalah sia-sia. Setiap langkah kita menuju masa depan yang lebih baik tentunya membutuhkan penerapan ilmu. Otak kita pun akan mengalami pembaruan dengan kebiasaan baru yang kita bentuk dalam upaya mencapai tujuan kita.
Kesimpulan
Buku Dr. Cohen yang berjudul What the Future - 7 Updates to Thriving in an AI World menawarkan realita yang serius namun tetap optimis tentang masa depan. Pada dasarnya, AI memiliki potensi ancaman dan peluang yang sudah sepatutnya kita antisipasi. Kita pun akan mampu menyesuaikan diri dengan memahami kelebihan kita yang unik, menjaga kesejahteraan mental dan fisik kita, dan menerapkan langkah-langkah brain update lainnya di atas.
Apakah kamu siap untuk meng-update software dirimu sendiri? Persiapan apa saja yang akan kamu lakukan untuk menghadapi masa depan? Apa pun jawabannya, pastikan kamu menentukan sendiri jalan yang ingin kamu tempuh dalam hidup.