Jawaban simpelnya, karena perusahaan rintisan (startup) tersebut memberikan diversifikasi pada portofolio venture capital sebagai sang investor.
Sebuah perusahaan investasi (venture capital) mungkin saja mendiversifikasi uangnya dalam beberapa kategori perusahaan:
- 25% perusahaan baru
- 50% perusahaan berkembang
- 25% perusahaan besar
Ada juga investor individual atau perusahaan investasi yang hanya berinvestasi di perusahaan baru. Beberapa lainnya ada yang berinvestasi di beberapa kategori perusahaan sekaligus.
Analogi diversifikasi seperti menaruh banyak telur dalam beberapa keranjang. Tujuannya mengurangi risiko kehilangan seluruh investasi, sekaligus meningkatkan kemungkinan anomali keuntungan.
Disebut anomali, karena umumnya hanya segelintir aset yang begitu menguntungkan, hingga mampu menutup kerugian mayoritas aset lainnya.
Tantangan bagi venture capital adalah mengidentifikasi startup dengan anomali tersebut.
Andrew Chen, investor di perusahaan investasi asal Amerika, Andreessen Horowitz, menjelaskan apa yang beliau cari dari investasinya:
…being in venture capital is about being in the “exceptions” business.
Menurutnya, melebihi apa yang jelas terlihat (anggota tim, pasar, produk), ada beberapa hal yang membuat sebuah startup menarik bagi venture capital:
- Menggunakan teknologi atau media baru secara unik. Menarik untuk beliau jika ada app yang bisa berinteraksi dengan media video pendek seperti Instagram Stories atau Snap Stories.
- Memanfaatkan perilaku konsumen lewat cara baru. Menurutnya, kebiasaan cenderung sama dari waktu ke waktu. Tak heran andai beliau pesimis mendengar startup hendak menciptakan kebiasaan baru.
- Punya taktik kuat guna menumbuhkan perusahaannya. Startup gagal lebih banyak karena tak laku di pasar. Karenanya, beliau tertarik jika telah ada taktik guna menghasilkan penjualan, apalagi secara organik.
Alasan tersebut mungkin tidak relevan bagi beberapa investor. Sebab, setiap investor, terutama perusahaan investasi bisa beralasan lain, misal:
- Kompetisi bisnis. Startup mendapat investasi demi menyeimbangkan peta kompetisi di antara investornya. Misal, Go-Jek dan Grab atau Bukalapak dan Tokopedia. Masing-masing keduanya memiliki investor berbeda, walau ada yang beririsan. Contoh lainnya: Traveloka mengakuisisi Pegipegi.
- Akses teknologi dan legalitas. Startup dengan teknologi unik atau memiliki legalitas tertentu, bisa menarik perhatian perusahaan investasi. Selain investasi, skenario lain bisa dalam bentuk akuisisi. Tujuannya untuk dikolaborasikan demi pertumbuhannya. Contohnya, Bukalapak mengakuisisi Prelo, Go-Jek mengakuisisi Loket.
Akuisisi memang berbeda konsep dengan investasi startup. Namun, keduanya disokong tujuan yang sama; mendorong pertumbuhan perusahaan dan investornya.
Artikel ini diterbitkan dari akun LinkedIn milik Amal Agung Cahyadi.