Apakah Budaya Tempat Kerja Anda Kondusif Untuk Bekerja Sebagai Tim?
Ketika kita melihat budaya perusahaan, tidak perlu seorang psikolog organisasi untuk melihat adanya budaya yang beracun. Perhatikan saja, budaya beracun itu diselubungi oleh unsur ketakutan, ketidakpastian dan berkembangnya kepentingan diri sendiri.
Saat meneliti budaya perusahaan, Anda tidak memerlukan keahlian psikolog organisasi untuk mengidentifikasi budaya beracun. Budaya seperti itu diselimuti unsur-unsur ketakutan, ketidakpastian, dan kepentingan pribadi. Disinilah kesuksesan adalah tentang siapa yang bisa paling dekat dengan bos, siapa yang bisa mendapatkan lebih dari rekan-rekannya, melegitimasi segala cara untuk mencapai apa yang diinginkannya sendiri.
“SUATU BUDAYA MENJADI KUAT, KETIKA ORANG-ORANGNYA SALING BEKERJA SAMA UNTUK SESAMANYA DAN MENJADI LEMAH KETIKA ORANG-ORANGNYA SALING BERLAWANAN UNTUK DIRI MEREKA SENDIRI.”
Seperti kutipan dari Simon Sinek. Budaya itu cenderung melemah karena orang-orang dalam organisasi berhenti bekerja tim untuk satu sama lain tetapi bekerja untuk kepentingan pribadi. Bukan berarti salah untuk mencari kepentingan diri sendiri, pengembangan diri dan pertumbuhan diri, tetapi ini akan menjadi masalah ketika kita mulai fokus hanya pada kemajuan, tujuan dan pencapaian kita sendiri saja.
Sama halnya di Leaderonomics. Saya sering kagum dengan beberapa karyawan yang muncul di permukaan menjadi pemain tim yang sangat baik dan menunjukkan kepedulian yang tulus terhadap visi kami untuk mentransformasi bangsa.
Namun, ketika penderitaan dan kerja keras dimulai, mereka menundukkan kepala (siapa bilang mudah untuk mencapai misi kita!) Menjadi jelas bagi semua orang bahwa mereka mengutamakan diri mereka sendiri bahkan jika itu dapat membahayakan rekan satu tim dan rekan mereka sendiri
Hanya saja, ketika orang terus-menerus memprioritaskan diri sendiri, akhirnya orang lain juga bisa melihat perilakunya. Hal ini melemahkan budaya perusahaan karena membuat orang jengkel, terpecah belah, dan menyakiti banyak orang. Bahkan, mereka dapat meyakinkan beberapa orang lain untuk mengikuti jejak mereka dalam menyebarkan dan memperkuat racun di dalam perusahaan.
Orang yang egois jarang berhasil pada akhirnya. Bahkan jika mereka berhasil, kesuksesan mereka datang dengan harga tinggi atau kesuksesan tidak akan bertahan lama.
Dalam bukunya berjudul Give and Take (Beri dan Ambil), Adam Grant membincangkan hal ini dengan menulis:
“JIKA KITA MEMBUAT JARINGAN DENGAN BERTUJUAN TUNGGAL UNTUK MENDAPATKAN SESUATU SEMATA-MATA, KITA TIDAK AKAN BERHASIL. KITA TIDAK DAPAT MEMBURU MANFAAT DARIPADA JARINGAN. MANFAAT DARI JARINGAN HANYA DAPAT DIPEROLEH DARI INVESTASI KEGIATAN DAN HUBUNGAN YANG BERMAKNA.”
Martin Luther King Jr. pernah mengungkapkan hal yang serupa melalui salah satu dari banyak puisi dan pengetahuannya yang mendalam.
“SETIAP ORANG HARUS MEMUTUSKAN APAKAH DIA AKAN BERJALAN DALAM TERANG ALTRUISME (TIDAK EGOIS) KREATIF ATAU PERJALANAN DALAM KEGELAPAN DENGAN SIKAP MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI YANG MERUSAK.”
Jika kebalikan dari mementingkan diri sendiri adalah melayani orang lain, bukankah itu berarti rejeki kita sendiri menjadi berkurang? Tentu saja tidak. Sesungguhnya, hal sebaliknya yang akan terjadi.
Baca juga artikel berjudul "Strategi Cinta dalam Kepemimpinan yang Unggul"