Jika Ingin Pergi Jauh maka Pergilah Bersama

Oct 28, 2021 2 Min Read
Kerja Tim Bagus
Sumber:Pexels.com
Kerja Tim Memainkan Peran Penting Kesuksesan

Belum lama ini, saya menyaksikan sesuatu yang sangat spektakuler.  Barcelona yang ketinggalan empat gol, bangkit dan berhasil mengalahkan lawannya Paris SG 6-5 dalam Liga Champions Eropa.

Tim - tim hebat selalu mampu melangkah lebih jauh dan menghasilkan presentasi yang besar dan melampaui bagian yang telah ditentukan.

Namun sayangnya, dalam bisnis, kita jarang melihat fokus yang berkesinambungan dalam membangun tim yang berkinerja tinggi.  Seringkali,sebagai individu yang diperhatikan bukan kinerja tim.

Fokus Bisnis

Ketika berbicara tentang bisnis, frasa seperti, "tuntutan kompetitif", "merek pribadi" dan "pertumbuhan-perkembangan" membombardir kita sebagai pengingat untuk meningkatkan strategi permainan kita tentang bagaimana "mengunggulkan diri" jika kita ingin sukses.

Budaya jatuh-menjatuhkan sudah ada sejak beberapa dekade yang lampau, sebagai strategi hakiki untuk bergerak maju dalam suatu kompetisi.  Dalam dunia yang serba kekurangan, kita diberitahu bahwa setiap pria dan wanita sama dalam usaha pemenuhan diri sendiri: tidak ada yang peduli siapa yang tertinggal.

Masih terlintas jelas dalam ingatan saya, ketika saya pertama kali mulai bekerja di General Electric (GE) dimana ketika sedang mengikuti masa orientasi, saya dinasehati oleh seorang pemimpin senior untuk menjadi unggul.

Menurutnya, satu-satunya cara untuk menjadi unggul adalah dengan bekerja keras, berkomunikasi dan mengeksekusi semua tugas tanpa henti.  Dia mendorong saya untuk memaksa diri sendiri dan untuk menjadi unggul dan berhasil, dan benar, semua ini berhasil selama beberapa tahun.

Tetapi hari ini, saya tidak yakin apakah pendekatan ini masih efektif tatkala dunia menjadi semakin kecil dan semakin terhubung.  Kita semakin saling bergantung dan terhubung. 

Kita tidak lagi harus berjuang supaya berhasil sebelum orang lain mengalahkan kita.  Kesuksesan hari ini menekankan kolaborasi dan jaringan, membangun perhubungan dan menciptakan warisan.  Setidaknya itulah yang perlahan-lahan saya pelajari di dunia yang penuh tantangan ini!

Baca juga artikel ini dalam bahasa Inggris berjudul "If You Want To Go Far, Go Together. Here’s Why Teamwork Matters!"

Alt

Sumber: Pexels.com

Apakah Budaya Tempat Kerja Anda Kondusif Untuk Bekerja Sebagai Tim?

Ketika kita melihat budaya perusahaan, tidak perlu seorang psikolog organisasi untuk melihat adanya budaya yang beracun.  Perhatikan saja, budaya beracun itu diselubungi oleh unsur ketakutan, ketidakpastian dan berkembangnya kepentingan diri sendiri.

Saat meneliti budaya perusahaan, Anda tidak memerlukan keahlian psikolog organisasi untuk mengidentifikasi budaya beracun. Budaya seperti itu diselimuti unsur-unsur ketakutan, ketidakpastian, dan kepentingan pribadi. Disinilah kesuksesan adalah tentang siapa yang bisa paling dekat dengan bos, siapa yang bisa mendapatkan lebih dari rekan-rekannya, melegitimasi segala cara untuk mencapai apa yang diinginkannya sendiri.


 “SUATU BUDAYA MENJADI KUAT, KETIKA ORANG-ORANGNYA SALING BEKERJA SAMA UNTUK SESAMANYA DAN MENJADI LEMAH KETIKA ORANG-ORANGNYA SALING BERLAWANAN UNTUK DIRI MEREKA SENDIRI.”


Seperti kutipan dari Simon Sinek. Budaya itu cenderung melemah karena orang-orang dalam organisasi berhenti bekerja tim untuk satu sama lain tetapi bekerja untuk kepentingan pribadi. Bukan berarti salah untuk mencari kepentingan diri sendiri, pengembangan diri dan pertumbuhan diri, tetapi ini akan menjadi masalah ketika kita mulai fokus hanya pada kemajuan, tujuan dan pencapaian kita sendiri saja.

Sama halnya di Leaderonomics. Saya sering kagum dengan beberapa karyawan yang muncul di permukaan menjadi pemain tim yang sangat baik dan menunjukkan kepedulian yang tulus terhadap visi kami untuk mentransformasi bangsa.

Namun, ketika penderitaan dan kerja keras dimulai, mereka menundukkan kepala  (siapa bilang mudah untuk mencapai misi kita!) Menjadi jelas bagi semua orang bahwa mereka mengutamakan diri mereka sendiri bahkan jika itu dapat membahayakan rekan satu tim dan rekan mereka sendiri

Hanya saja, ketika orang terus-menerus memprioritaskan diri sendiri, akhirnya orang lain juga bisa melihat perilakunya. Hal ini melemahkan budaya perusahaan karena membuat orang jengkel, terpecah belah, dan menyakiti banyak orang. Bahkan, mereka dapat meyakinkan beberapa orang lain untuk mengikuti jejak mereka dalam menyebarkan dan memperkuat racun di dalam perusahaan.

Orang yang egois jarang berhasil pada akhirnya. Bahkan jika mereka berhasil, kesuksesan mereka datang dengan harga tinggi atau kesuksesan tidak akan bertahan lama.

Dalam bukunya berjudul Give and Take (Beri dan Ambil), Adam Grant membincangkan hal ini dengan menulis: 

“JIKA KITA MEMBUAT JARINGAN DENGAN BERTUJUAN TUNGGAL UNTUK MENDAPATKAN SESUATU SEMATA-MATA, KITA TIDAK AKAN BERHASIL. KITA TIDAK DAPAT MEMBURU  MANFAAT DARIPADA JARINGAN.  MANFAAT DARI JARINGAN HANYA DAPAT DIPEROLEH DARI INVESTASI KEGIATAN DAN HUBUNGAN YANG BERMAKNA.”


Martin Luther King Jr. pernah mengungkapkan hal yang serupa melalui salah satu dari banyak puisi dan pengetahuannya yang mendalam.

“SETIAP ORANG HARUS MEMUTUSKAN APAKAH DIA AKAN BERJALAN DALAM TERANG ALTRUISME (TIDAK EGOIS) KREATIF ATAU PERJALANAN DALAM KEGELAPAN DENGAN SIKAP MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI YANG MERUSAK.” 


Jika kebalikan dari mementingkan diri sendiri adalah melayani orang lain, bukankah itu berarti rejeki kita sendiri menjadi berkurang?  Tentu saja tidak.  Sesungguhnya, hal sebaliknya yang akan terjadi.

Baca juga artikel berjudul "Strategi Cinta dalam Kepemimpinan yang Unggul"

Alt

Sumber: Pexels.com

Apakah Anda Pemberi yang Menyenangkan?

Pikirkan orang-orang yang berinteraksi dengan Anda dalam bisnis, atau bahkan dalam bidang kehidupan apapun.  Orang-orang yang secara konsisten meminta-minta tanpa pernah mau memberi, orang-orang yang coba mempengaruhi atau menanam ide negative kepada Anda, kolega, tim yang tidak tulus dan dangkal yang berpura-pura mau menolong.  Bagaimana perasaan Anda terhadap mereka?

Di sisi lain, kita semua tahu mereka yang tidak memiliki cukup tangan untuk membantu orang lain. Mereka selalu bersedia untuk menghabiskan waktu, pengetahuan, dan sumber daya mereka dalam menawarkan dukungan mereka. Mereka tidak mengharapkan pembalasan atau harapan yang sesuai, mereka tulus, dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Ini adalah orang-orang yang bersedia kami bantu dengan cara apa pun yang kami bisa. Jadi faktanya, ternyata mereka dikelilingi oleh orang-orang yang juga bersedia mengulurkan bantuan untuk mereka.

Seperti yang dikatakan oleh Adam Grant, “Inilah yang saya anggap begitu ajaib mengenai kedermawanan. Mereka berhasil sampai ke puncak tanpa menjatuhkan orang lain, mereka mencari jalan untuk mengembangkan rejeki supaya manfaatnya dapat dinikmati oleh orang-orang di sekitar mereka. Sebaliknya, kesuksesan bagi golongan penerima, hasil pendapatannya sama dengan nol sedangkan bagi golongan pemberi jumlah hasil keseluruhan pendapatan adalah lebih besar daripada pendapatan semua orang.

Dengan bekerja bersama, kita meraih lebih banyak. Memang benar, seorang yang mementingkan diri sendiri atau seorang penerima dapat mendatangkan hasil yang cepat untuk jangka waktu yang pendek, tetapi untuk jangka waktu yang Panjang ini bukanlah strategi yang efektif

Cepat atau lambat, kita semua membutuhkan bantuan dan dukungan untuk mencapai apa yang kita inginkan.  Seperti yang disarankan dalam penelitian ini, orang yang suka dengan tulus adalah orang yang lebih mudah menikmati kesuksesan, memiliki relasi yang kuat, serta memiliki kehidupan yang bahagia dan puas.

Tonton juga video berjudul :Pentingnya Membangun Hubungan di Dunia Kerja"


Share artikel ini

Kepemimpinan

Tags: Jadilah Seorang Pemimpin

Alt

Roshan is the Founder and “Kuli” of the Leaderonomics Group of companies. He believes that everyone can be a leader and "make a dent in the universe," in their own special ways. He is featured on TV, radio and numerous publications sharing the Science of Building Leaders and on leadership development. Follow him at www.roshanthiran.com

Mungkin Anda Juga Menyukai

mindset

Membangun Mindset Pemenang dalam Tim

Oleh Setiya Joko Santosa. Layaknya sebuah orkestra yang membutuhkan harmonisasi sempurna dari setiap instrumennya, begitu pula sebuah tim memerlukan keselarasan mindset para anggotanya untuk mencapai performa optimal.

Oct 29, 2024 7 Min Read

Leadernomics Indonesia

Kepemimpinan Yang Seimbang

May 22, 2023 25 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest