Kapan Waktu Terbaik untuk Menyerah?

Aug 16, 2024 3 Min Read
waktu terbaik untuk menyerah
Sumber:

Freepik dari Freepik.com

“Lebih banyak perusahaan yang gagal ‘karena makan terlalu banyak’ daripada ‘kelaparan’,” ujar mendiang David Packard, pendiri perusahaan teknologi informasi multinasional Hewlett-Packard atau yang lebih dikenal sebagai HP.

Menurut David, banyak perusahaan kehilangan fokus karena ingin memberikan segalanya untuk setiap konsumen. Akhirnya, perusahaan semacam itu rawan bangkrut karena gagal menentukan arah bisnisnya beroperasi.

Steve Jobs kembali ke Apple pada tahun 1997, di saat Apple menghadapi masa-masa hampir bangkrut. Deretan produk Apple yang kala itu banyak dihilangkan oleh Steve hingga 70%. Ia fokus mengembangkan 4 produk unggulan yang ditargetkan untuk kebutuhan profesional maupun perangkat sehari-hari.

Steve mengenang masanya kembali dan menegaskan, Menentukan apa yang seharusnya tidak dilakukan sama pentingnya dengan menentukan apa yang seharusnya dilakukan.”

Nah, begitu juga dengan kehidupan personal dan profesional kita. Kesuksesan identik dengan seseorang meninggalkan segalanya yang bersifat menghambat dan merugikan. Nyatanya, tidak sedikit dari kita terlalu fokus pada prioritas semu yang nyatanya superfisial dan tidak berkontribusi pada kemajuan diri. 

Baca juga: Memunculkan Ide dari Pikiran yang Jenuh

Lalu, bagaimana kita mengetahui saatnya untuk menyerah?

Menjadi sempurna atau serba bisa untuk orang lain itu sulit. Akhirnya, kita merugikan diri sendiri atau orang lain secara terus-menerus.

Keadaan semakin rumit dengan kita menelan mentah-mentah kutipan “pemenang tidak pernah berhenti, dan orang yang mudah menyerah tidak pernah menang,” yang meskipun terdengar ambisius, tapi gagal dalam memberikan petunjuk pada kita yang kehilangan arah.

Seperti kata-kata mutiara pada umumnya, konsep menyerah atau berhenti identik dengan kegagalan atau kelemahan. Kita dibiasakan untuk tetap tersenyum, bertahan, dan menerima kesulitan yang kita hadapi tanpa terkecuali. Itulah caranya manusia bisa menjadi kuat. Padahal, kenyataannya tidak semudah itu. 

Dalam kepemimpinan, seperti halnya dalam kehidupan sehari-hari, kekuatan terletak pada bagaimana seseorang mengetahui tindakan terbaik yang harus diambil dalam situasi tertentu. Sayangnya, kita terbiasa memaknai ‘kekuatan’ sebagai ‘kecerobohan’, dengan mengerahkan semua tenaga untuk hal-hal yang kita sadari tidak ada manfaatnya bagi diri sendiri atau orang lain.

Osayi Emokpae melalui bukunya Impossible is Stupid, mengatakan: Berhenti bukan berarti menyerah, melainkan mengarahkan fokus pada hal yang lebih penting. Berhenti bukan selalu tentang kehilangan kepercayaan diri, namun menyadari bahwa ada cara lain yang lebih berharga bagi seseorang untuk menghabiskan waktunya.”

“Berhenti juga bukan soal membuat alasan, tapi bagaimana seseorang belajar menjadi lebih produktif, efisien, dan efektif. Berhenti mengajarkan kita untuk melepaskan segala sesuatu yang bersifat merugikan sehingga kita bisa fokus melakukan sesuatu yang membawakan energi bagi kita,” lanjutnya.

Baca juga: 4 Hal yang Kupelajari Selama Melewati Quarter-Life Crisis

Sekali waktu pemimpin juga ‘menyerah’

Pada tahun 1994, Nelson Mandela dilantik sebagai Presiden Afrika Selatan. Ia berusia 75 tahun pada masa itu dan setelah 5 tahun kepemimpinannya, Nelson memutuskan untuk pensiun karena faktor usia.

Meskipun terdengar masuk akal, saat itu merupakan suatu keanehan bagi pemimpin di Afrika Selatan untuk melepaskan kekuasaannya. Mengapa ada orang yang menghabiskan hidupnya untuk memperjuangkan kesetaraan dan keadilan, hanya untuk berhenti setelah beberapa tahun berkuasa?

Namun, Nelson paham bahwa Afrika Selatan akan lebih maju ke depannya dengan mempersilakan generasi lain untuk mengambil kendali dan menulis lembaran baru dalam sejarah negara tersebut. Sebagai seorang tokoh yang dikenal di seluruh dunia atas kesabaran, ketekunan, dan pola pikirnya, pengunduran diri Nelson merupakan langkah yang cerdas untuk Afrika Selatan dan jalan bijaksana yang harus ditempuh Nelson dan keluarganya setelah berpuluh-puluh tahun berjuang.  

Quitting is leading, too, ujar Nelson. Dalam kepemimpinan, kita sering mendengar bagaimana para pemimpin terbaik merekrut orang-orang yang terbaik dan mengakhiri masanya. Pemimpin yang memiliki kesadaran seperti itu akan mengetahui bahwa terkadang lebih baik untuk menyingkir demi kepentingan orang banyak dan kewarasan diri sendiri.

Berhenti mungkin merupakan hal bodoh jika masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan seorang pemimpin. Seperti pepatah: tidak ada hal berharga yang bisa diperoleh dengan mudah. Dibutuhkan ketabahan, tekad, dan fokus untuk mencapai kesuksesan yang sesuai dengan nilai dan prinsip.

Namun, sama bodohnya jika kita terus melanjutkan upaya yang terlihat jelas telah menemui jalan buntu atau ketika seseorang menyadari bahwa dirinya tidak memiliki visi misi atau sumber daya yang dibutuhkan untuk membawa ide atau organisasi melampaui titik tertentu.

Baca juga: Bagaimana Cara Menentukan Tujuan Hidup?

Kesimpulan

Ketika pemimpin-pemimpin terbaik merasa sedang menghadapi perempatan dalam perjalanan hidup mereka, mereka akan mengambil waktu sejenak untuk mengevaluasi situasi tersebut sehingga mampu membuat keputusan yang matang. Pada akhirnya, mereka memiliki kebijaksanaan untuk mengetahui kapan waktu terbaik untuk berhenti dan menjalani hidup dengan cara lain.

Share artikel ini

Kepemimpinan

Tags: Kepemimpinan Tanpa Batas

Alt

Sandy adalah mantan editor Leaderonomics dan saat ini menjadi penulis lepas yang berbasis di Malaysia. Sebelumnya, ia telah berkecimpung selama lebih dari 10 tahun di industri media sebagai jurnalis dan penyiar di Inggris.

Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

Gambar Tim Wanita Sedang Melakukan Diskusi Meeting

Manajemen Perubahan 101: Tempatkan Budaya di Kursi Pengemudi ​

Artikel ini Ditulis Oleh : Aniisu K Verghese PH.D : Manajemen Perubahan 101: Tempatkan Budaya di Kursi Pengemudi ​

Sep 28, 2023 3 Min Read

brilianto

3 Kunci Prinsip Kepemimpinan

Brillianto Rineksa, menguraikan 3 prinsip kepemimpinan yang diterapkan selama ini sebagai seorang yang menduduki posisi Sekjen ISRA. Prinsip pertama akan membantu seorang pemimpin sehingga tidak akan ditinggal oleh mereka yang dipimpinnya. Kepemimpinan kedepan bukan soal structural atau hirarki atas ke bawah, tetapi sebuah bentuk yang lebih nonformal bagaimana seseorang dapat menjadi pemimpin walaupun tidak memiliki sebuah posisi jabatan formal.

May 12, 2021 11 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest