Sebagai Empowered Employee (karyawan yang berdaya), kita tentu akan mengambil tanggung jawab pribadi terhadap motivasi dan keterlibatankita sendiri di tempat kerja. Kita tidak akan membiarkan diri kita mengembangkan 'mentalitas korban' dengan mengeluh, pasrah pada kondisi, menunggu perintah, ataupun menyalahkan keadaan.
Mari kita pahami dulu hal-hal apa yang bisa membuat kita termotivasi maupun demotivasi di tempat kerja, serta apa yang perlu kita lakukan untuk menjaga api inspirasi kita.
Menurut studi yang dilakukan oleh Susan Fowler, terdapat 3 kebutuhan dasar psikologis kita yang jika terpenuhi dengan optimal akan mendorong motivasi dan keterlibatan kita di tempat kerja, yaitu CHOICE, CONNECTION, dan COMPETENCE.
Adalah kebutuhan kita untuk mempersepsikan diri bahwa kita punya pilihan. Kebutuhan untuk merasa bahwa apa yang kita lakukan adalah berdasarkan kehendak kita sendiri. Ini adalah persepsi bahwa kita sendirilah yang menjadi sumber perilaku kita.
Dalam konteks choice ini, biasanya yang membuat anda menjadi tidak terlibat dan demotivasi di tempat kerja adalah ketika:
Kurang mendapat kepercayaan untuk bekerja sesuai keunikan dan ‘cara’ anda.
Terlalu dikontrol secara ketat terkait hal-hal apa yang perlu dikerjakan dengan detail.
Terlalu dilepas secara bebas saat anda belum paham banyak hal terkait pekerjaan anda.
Kurang memiliki wewenang dan otoritas untuk mengambil keputusan sendiri.
Mendapat perlakuan tidak adil terkait load pekerjaan bagian anda.
Dan hal-hal lain di mana anda merasa 'tidak punya banyak pilihan' untuk melakukan apa yang baik.
Yang bisa anda lakukan:
Bicaralah pada atasan / leader anda untuk lebih mendefinisikan secara jelas outcome / hasil yang diharapkan. Mintalah agar anda diberi kewenangan untuk melakukan proses kerja sesuai kreativitas anda.
Mintalah pada atasan / leader anda terkait ‘ruang gerak’ / otoritas yang anda butuhkan untuk dapat menjalankan pekerjaan anda secara optimal.
Bicaralah pada atasan / leader anda jika anda mempersepsikan adanya hal yang melanggar 'hak' anda terkait job description / load pekerjaan.
Adalah kebutuhan kita untuk menunjukkan kepedulian dan mendapatkan kepedulian dari orang lain. Ini adalah kebutuhan untuk merasa terhubung dengan orang lain tanpa khawatir adanya motif terselubung. Ini adalah kebutuhan kita untuk merasa bahwa kita berkontribusi terhadap sesuatu yang lebih besar dari diri kita.
Jadi, hal yang membuat anda tidak terlibat dan demotivasi di tempat kerja adalah ketika kebutuhan connection anda terkait relasi dan makna / purpose pekerjaan tidak terpenuhi. Misalnya:
Anda mengalami relasi negatif dengan atasan / kolega / orang lain di tempat kerja.
Anda mengalami kelelahan emosi akibat perlakuan / perkataan yang mengecewakan / menyakitkan secara berulang.
Anda tidak mendapati pekerjaan anda bermakna.
Yang bisa anda lakukan:
Hadapi konflik secara sehat, dengan mengelola emosi / kepala dingin saat berkonfrontasi dengan orang lain.
Diskusikan dengan atasan anda perihal cara-cara yang bisa dilakukan untuk membuat pekerjaan anda lebih bermakna.
Investasilah pada hubungan / relasi positif dengan orang lain. Tawarkan diri anda untuk mendampingi dan menjadi mentor bagi karyawan lain. Ciptakan inisiatif yang dapat mempererat suasana kekeluargaan di kantor. Buatlah klub buku atau klub hobi yang lain.
Jalin persahabatan dengan kolega. Have fun dengan teman-teman di kantor. Nikmati momen-momen kebersamaan yang sederhana namun bermakna bersama orang lain.
Gali tujuan mulia dari pekerjaan yang anda lakukan. Pahami dampak positif dari pekerjaan anda bagi orang lain.
Terlibatlah dalam kegiatan-kegiatan kantor yang bersifat kemanusiaan dan membantu masyarakat.
Adalah kebutuhan kita untuk merasa kompeten saat berhadapan dengan kesempatan dan tantangan dalam keseharian. Suatu kebutuhan untuk menunjukkan keterampilan / keahlian sepanjang waktu. Ini adalah perasaan mengenai bertumbuh dan berkembang.
Dalam konteks competence ini, biasanya yang membuat anda menjadi tidak terlibat dan demotivasi di tempat kerja adalah ketika:
Anda tidak lagi memandang pekerjaan / tempat kerja anda sebagai tempat untuk belajar dan bertumbuh.
Anda merasa bosan dengan rutinitas pekerjaan yang tidak banyak memberikan ruang gerak untuk berkembang / inovasi.
Anda merasa stuck di tempat kerja karena kurang mendapatkan kesempatan untuk menambah skill / mengasah kompetensi anda.
Yang bisa anda lakukan:
Proaktif belajar dari berbagai sumber untuk mengasah kompetensi yang berkaitan dengan bidang pekerjaan maupun soft skill.
Inisiatif melakukan projek-projek lain untuk kemajuan departemen dan organisasi.
Sediakan waktu bersama kolega di mana anda dapat mengajarkan skill baru untuk ybs. Jadilah internal trainer di organisasi anda untuk mengajarkan skill / kompetensi yang dapat membantu para karyawan lain.
Cari kesempatan untuk bisa berguru pada orang yang kompeten di tempat kerja anda, untuk ikut proses kerja dan belajar darinya.
Mintalah tantangan lebih kepada atasan anda untuk bisa anda eksekusi melalui pekerjaan dan kontribusi anda.
Efek Domino dari CHOICE, CONNECTION, dan COMPETENCE (3C)
3C ini memiliki keterkaitan yang erat satu sama lain. Contoh: misalkan anda ingin menyetor laporan sales ke kantor pusat, namun atasan anda meminta agar anda selalu mengirimkan laporan tersebut kepada dia terlebih dahulu agar dapat ia edit dan ia serahkan sendiri ke kantor pusat. Atasan anda melakukan ‘micromanaging’ pada anda – mengontrol pekerjaan anda dan tidak membiarkan anda berpikir mandiri. Anda takut untuk komplain karena anda pernah melihat apa yang terjadi pada karyawan lain ketika komplain kepada atasan anda. Hal ini dapat mengikis 'sense of choice' anda.
Kemudian disinilah terjadi efek domino yang bisa mengikis keterlibatan dan motivasi kerja anda. Kekurangan akan sense of choice membuat anda tidak yakin akan competence anda sendiri. Ketidakmampuan anda menghadapi kontrol berlebih dari atasan anda atau politik kantor yang terlibat di dalamnya, membuat sense of competence anda semakin terkikis.
Gaya kepemimpinan yang tidak efektif, insensitivitas, dan self-interest dari atasan anda ini bisa mengikis sense of connection anda dengannya. Lalu dengan didorong oleh keterpaksaan dan rasa takut, anda mengerjakan laporan sales tersebut sekenanya. Anda tidak peduli dan tidak mau memberikan kreativitas dan usaha ekstra pada laporan tersebut, karena nanti juga akan dirubah oleh atasan anda.
Lalu anda pun berkata pada diri anda sendiri: “ah sudahlah, yang penting aku kerja supaya dapat gaji dan bisa bertahan hidup.” Akhirnya, hal ini malah semakin mengikis motivasi anda di tempat kerja. Lalu anda pun berpikir, jika kondisi ekonomi sudah lebih baik dan ada perusahaan lain yang membuka lowongan, maka anda akan pindah.
Unsur 3C ini saling berkaitan satu sama lain. Jika satu unsur tidak terpenuhi, akibatnya unsur yang lain pun juga akan terkikis. Sebaliknya, jika unsur 3C ini bisa terpenuhi maka kita akan lebih termotivasi, terinspirasi, memiliki energi positif, vitalitas, dan sense of well-being yang kuat.
Mari ambil tanggung jawab pribadi untuk memenuhi unsur 3C ini dalam diri kita.
Artikel ini diterbitkan dari akun LinkedIn milik Erick Iskandar
Sebagai seorang trainer dan coach, Erick memiliki misi untuk menginspirasi para pesertanya dalam berkinerja lebih baik. Bidang keahliannya meliputi Leadership Development, Life Coaching, Human Resources, Powerful Communication, Neuro Linguistic Programming (NLP), Personal Effectiveness, Coaching & Mentoring, Customer Service dan Service Excellence. Saat ini, Erick tengah berkiprah sebagai Founder dari Lighthouse Training Indonesia.
Brillianto Rineksa, menguraikan 3 prinsip kepemimpinan yang diterapkan selama ini sebagai seorang yang menduduki posisi Sekjen ISRA. Prinsip pertama akan membantu seorang pemimpin sehingga tidak akan ditinggal oleh mereka yang dipimpinnya. Kepemimpinan kedepan bukan soal structural atau hirarki atas ke bawah, tetapi sebuah bentuk yang lebih nonformal bagaimana seseorang dapat menjadi pemimpin walaupun tidak memiliki sebuah posisi jabatan formal.