Kita selalu mendambakan pemimpin yang karismatik, pemimpin yang mampu mendorong perubahan dengan pesonanya, mentransformasi tim tanpa harus memberi instruksi berkali-kali. Seorang pemimpin yang memiliki profil yang kuat dengan background meyakinkan, lulusan universitas ternama dengan segudang prestasi, yang memiliki track record luar biasa dari perusahaan pendahulu, profil LinkedIn yang bertaburan testimoni meyakinkan dari stakeholder yang pernah bekerja sama.
Mungkin belum melihat atau bertatap muka saja sudah membuat saya segan dan percaya. Memang dalam komponen membangun trust yang dirumuskan oleh Charles Green, credibility menjadi salah satu komponen penting dalam membangun kepercayaan. Contoh saja kamu diberikan kesempatan bertemu dengan Elon Musk, setiap kata yang terucap oleh Elon Musk kamu akan mudah percaya. Bahkan kalau sudah selevel mas Elon, pengaruhnya bukan lagi internal, tapi sudah mendunia. Hal ini terjadi karena dia memiliki kredibilitas yang menjadi salah satu bahan baku dalam menumbuhkan trust.
Namun bagai pisau bermata dua, memiliki sosok karismatik dan high profile menjadi tantangan tersendiri bagi seorang pemimpin. Bayangkan saja kamu memiliki pemimpin high profile dan karismatik, bagaimana kamu bisa menghadapinya? Apa lagi jika pemimpinnya adalah pemimpin yang belum kamu kenal sebelumnya, tentu akan memberikan kesan berbeda.
Baca juga: Ketika Perusahaan Membunuh Dirinya Sendiri
Dinding Pemisah
Tidak jarang dengan background selangit, serta karisma yang cetar membahana, tumbuh dinding pemisah, yang membuat jarak antara pemimpin dengan pengikut. Karisma dan kredibilitas itu menghadirkan rasa segan, rasa enggan, kadang takut untuk mengeluarkan pendapat, untuk mengkritik—sehingga pemimpin sulit untuk mengetahui kondisi real di lapangan. Dari sini muncul paradoks yang pertama, yaitu berkarisma tapi menakutkan.
Memang karisma itu muncul sebagai hasil, bukan dibuat-buat atau terbentuk dengan sendirinya. Terkadang karisma itu tersematkan begitu saja—pemimpin tidak bermaksud untuk memunculkan sosok yang spesial. Di sini pemimpin harus menyadari, akan adanya gap yang mungkin muncul dengan karisma yang dia miliki, dan bagaimana pemimpin melunturkan dinding pemisah di antara mereka.
Fact Resistance
Pemimpin yang terlalu sadar dengan background dan karisma dia miliki juga berpotensi menghambat pertumbuhan bisnis. Terkadang pemimpin yang membanggakan kredibilitasnya mencegah dirinya melihat fakta yang terjadi dilapangan. Pemimpin menolak argumen-argumen nyata yang bertentangan dengan visi yang dia miliki. Hal ini cepat atau lambat akan mengubur organisasi ke dalam egosentris seorang pemimpin.
Baca juga: 5 Mitos Berbahaya dalam Leadership
Leading as a Time Teller
Organisasi yang terpimpin secara sentral yang terpusat pada karisma, background dan visi pemimpin, akan kalang kabut ketika pemimpinnya pergi dari organisasi. Hal itu terjadi karena pemimpin tidak membangun perusahaan hebat dan lestari. Pemimpin lebih sering menunjukkan jam—menjadi kompas jalannya organisasi. Pemimpin seharusnya menjadi clock builder, seorang pemimpin yang membuat jam sebagai acuan bagi orang-orang yang ada di organisasi, selama dia masih ada ataupun ketika dia meninggalkan organisasi.
Becoming A Humble Leader with Charisma
Pemimpin tetap memerlukan karisma, pemimpin yang berkarisma akan mudah menggerakan pengikutnya menuju arah tertentu dengan tanpa paksaan. Namun di saat yang bersamaan, pemimpin perlu untuk memiliki kerendah hatian dalam memimpin—memberikan ruang dan psychological safety untuk setiap individu dalam berkreasi, memberikan pendapat, dan mengkritik pemimpin. Pemimpin yang rendah hati lebih disukai oleh orang-orang yang ada di dalam organisasi dan di saat yang bersamaan pemimpin yang berkarisma akan menjadi singa yang perlu diperhitungkan di luar organisasi.
Artikel ini diterbitkan dari akun LinkedIn milik Andi Stevi, S.Pd, ACC, CDD