Membebaskan Diri dari Keserakahan dan Iri Hati

Jan 06, 2025 4 Min Read
iri hati akibat media sosial
Sumber:

Rawpixel.com dari Freepik.com

Persaingan sering kali menjadi dorongan positif bagi seseorang untuk berkembang. Namun, lain halnya jika ambisi tersebut berubah menjadi obsesi yang berlebihan. Mereka yang hanya merasa puas dengan posisi terbaik sering kali terjebak dalam "penyakit hati", memandang dunia sebagai medan perang di mana hanya dirinya yang pantas menang.

Ambil contoh dari kisah Marcus Crassus, seorang Jenderal Romawi yang dikenal sebagai orang terkaya di Roma. Meskipun sudah memiliki kekayaan dan kekuasaan luar biasa, Crassus masih ingin lebih. Ambisi dan keserakahan Crassus mendorongnya untuk menyerang Parthia pada tahun 53 SM, hingga berujung pada kematiannya. Legenda mengatakan bahwa saat dieksekusi, orang Parthia menuangkan emas cair ke mulutnya sebagai simbol ejekan terhadap kerakusannya yang tak pernah terpuaskan.

Keserakahan dan iri hati, dua dari tujuh dosa besar manusia, sering berujung pada konsekuensi yang merugikan. Keserakahan adalah keinginan terus-menerus untuk meraih lebih, sering kali tanpa batas. Orang yang serakah mungkin merasa puas sejenak, tetapi perasaan itu cepat hilang, digantikan dengan rasa hampa yang kembali mendorong mereka untuk mengejar lebih banyak lagi. Siklus ini membuat mereka jauh dari rasa puas dan kebahagiaan sejati.

Sementara itu, iri hati muncul ketika seseorang merasa tidak puas dengan apa yang dimiliki, sering kali karena membandingkan dirinya dengan orang lain. Perasaan iri ini membuat mereka membenci keberhasilan orang lain dan menganggapnya sebagai ancaman terhadap harga diri mereka. Sebabnya? Ketidakmampuan untuk memiliki apa yang dimiliki orang lain.

Baca juga: Penderitaan dari Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Keserakahan dan Iri Hati: Dua Sisi yang Sama

Keserakahan dan iri hati adalah dua emosi yang saling terkait dan dapat menghancurkan kedamaian batin. Keduanya sering muncul dari keinginan untuk memiliki—baik itu kekayaan, status, atau pengakuan dari orang lain.

Keserakahan sering kali muncul akibat perbandingan sosial. Seseorang merasa tidak cukup karena membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih sukses, sehingga berusaha mengejar atau bahkan melampaui pencapaian mereka. Iri hati tumbuh dari dinamika yang serupa, dengan perasaan tidak cukup dan kebencian terhadap orang lain.

Secara psikologis, keserakahan dan iri hati bisa berakar dari trauma emosional atau keinginan yang tidak terpenuhi. Seseorang yang serakah atau iri sering kali bergantung pada sumber eksternal—seperti harta atau pujian—untuk menjaga keseimbangan emosionalnya. Namun, meskipun mereka mendapat pengakuan, perasaan tidak puas tetap ada karena mereka terjebak dalam perangkap diri mereka sendiri.

Padahal, keinginan untuk meraih sesuatu sebenarnya bisa menjadi hal positif jika diiringi dengan keseimbangan. Sayangnya, dunia modern identik dengan pencapaian besar dan kemewahan yang sering kali memicu penyakit hati banyak orang.

Baca juga: Ubah Nasib Bagi ‘Orang Malas’

6 Cara Membebaskan Diri dari Keserakahan dan Iri Hati

hati damai dari iri hati

Benzoix dari Freepik.com

1. Merenungkan Emosi Diri

Tentunya kamu harus mengenali emosi diri sendiri. Coba pikirkan, apa yang memicu rasa iri atau keserakahan yang tak ada habisnya itu?

Luangkan waktu sejenak untuk merenungkan identitasmu—nilai-nilai yang menjadi panduan tindakanmu dan keyakinan yang membentuk perspektifmu. Memahami motivasi serta keinginan, baik yang terlihat maupun tersembunyi, akan membantumu memahami apa yang mendasari perasaan tersebut.

2. Fokus Hanya pada Hal-hal yang Berarti

Apa yang bisa kamu lakukan untuk merasa lebih baik tentang dirimu sendiri? Sesederhana apapun itu, tidak masalah. Renungkan dengan baik, dan ketahui tujuan yang membuatmu fokus hanya pada hal-hal yang berarti bagimu. Kamu pun tahu, dengan membandingkan diri sendiri dengan orang lain tidak akan membawamu ke mana-mana. Sebaliknya, kamu akan terus merasa tidak puas dan siklus tersebut pun terulang.

3. Upgrade Diri Secara Konsisten

Keserakahan dan iri hati sama miripnya dengan empati dan kepekaan sosial. Saat perasaan negatif itu muncul, ketahui apa yang memicunya. Kendalikan penyakit hati yang hanya menyoroti kekuranganmu. Dengan begitu, kamu akan lebih bijaksana dalam memandang situasi dan menyikapinya.

4. Latih Rasa Syukur dan Tetap Rendah Hati 

Cobalah untuk menghargai hal-hal baik yang sudah kamu miliki. Menumbuhkan rasa syukur atas aspek positif dalam hidupmu, baik yang besar maupun kecil, dapat mengurangi keinginan untuk memiliki lebih. 

"Orang yang tidak puas dengan kesederhanaan, tidak akan pernah puas dengan apapun." - Epicurus, filsuf Yunani

Lihatlah sekelilingmu, buka pikiran untuk berbagai perspektif, dan alihkan fokus dari persaingan yang tidak penting ke pengembangan diri yang lebih bermakna. Ingatlah, banyak orang yang mungkin mendambakan kehidupan yang sedang kamu jalani sekarang.

5. Rasakan Kebahagiaan dari Membantu Orang Lain

Terlibat dalam kegiatan sosial, seperti menjadi relawan atau membantu orang terdekat, dapat meredakan perasaan tidak puas yang selama ini mengganggu pikiranmu.

Selain itu, kamu juga bisa merasa lebih baik tentang diri sendiri dengan membantu orang lain maju. Dengan tulus mendukung mereka, kamu pun ikut merasakan kebahagiaan dari pencapaian mereka.

6. Berani Minta Bantuan

Jika penyakit hati terasa semakin sulit diatasi, cari dukungan dari psikolog, coach, atau orang lain yang kamu percayai. Mungkin selama ini kamu membutuhkan ruang untuk mencurahkan emosi dan sosok yang dapat memberi perspektif baru.

Pada dasarnya, ini adalah proses yang berkelanjutan. Mengubah pola pikir dan kebiasaan yang sudah lama terpatri memang butuh waktu. Saat kamu mulai menerima dirimu apa adanya, di situlah kamu akan menemukan kepuasan sejati.

Baca juga: Luangkan Waktu 20 Menit Sehari untuk Ini, Keajaiban Menanti

Share artikel ini

Kepribadian

Tags: Konsultasi

manfred_kets_de_vries_7192b3_0cbe020c10.jpeg

Manfred F. R. Kets de Vries adalah akademisi manajemen, psikoanalisis, konsultan, dan profesor bidang ilmu Pengembangan Kepemimpinan dan Perubahan Organisasi di INSEAD.

Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

Gambar Pria dan Wanita Sedang Mengecek Sosial Media

Apakah Social Media Menolongmu Atau Membunuhmu?

Artikel ditulis oleh : Michelle Gibbings. Bagaiaman Sosial Media dapat berdampak baik bagi pekerjaanmu.

Oct 06, 2022 4 Min Read

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest