Menghadapi Emosi Negatif? Bagus, Jangan Sia-siakan!

Apr 20, 2022 4 Min Read
Seorang wanita yang sedang larut dalam emosi negatif
Sumber:

Engin Akyurt dari Pexels.com

Emosi negatif bisa muncul karena banyak hal.

Perubahan-perubahan akibat pandemi ini membuat beberapa orang merasa kehilangan kontrol atas timnya, bisnisnya, atau bahkan atas dirinya sendiri.

Perasaan kehilangan kontrol ini dapat memunculkan berbagai macam emosi negatif seperti rasa khawatir akut, perasaan diperlakukan tidak adil, dan lain sebagainya.

Di minggu-minggu terakhir menjelang penutupan tahun ini, beberapa orang merasa gagal mencapai target dan merasa tidak ada satu hal pun yang dapat dia lakukan untuk memperbaikinya.

Perasaan tidak berdaya yang seolah-olah memaksanya hanya bisa menerima kerugian besar itu bisa menimbulkan emosi negatif seperti ketidakpuasan yang begitu menyakitkan, kemarahan tidak terkendali, rasa apatis, dan lain sebagainya.

Di situasi-situasi seperti ini, sikap yang justru tidak menolong regulasi emosi secara tepat akan rawan menimbulkan penurunan produktivitas dan optimalisasi diri secara jangka panjang (sebenarnya bukan permanen, namun jangka waktu yang sangat panjang hingga terasa seolah-olah permanen).

Jika Anda mengalami situasi seperti ini, berikut ini serangkaian "daripada ... lebih baik ..." yang mungkin bisa Anda pertimbangkan.

Baca juga: 7 Mitos Tentang Emosi yang Menghambat Mental Kuat Anda

Daripada: Mengabaikan Atau Ber-"Positive Thinking"

Sekitar 10 tahun yang lalu saya pernah mencoba sebuah bisnis. Setelah mengikuti training yang diberikan selama beberapa hari dan mengikuti semacam "program magang", pemimpin saya mengatakan: "Kamu pasti bisa menghasilkan 15 juta per bulan."

Pada waktu itu, UMR kota Surabaya masih ada di angka sekitar 1 jutaan. Sebagai seorang pemuda berusia 26 tentu saja saya "terbakar".

Tapi setelah lebih dari 5 tahun penghasilan saya dari bisnis itu bahkan masih jauh dari setengah yang dijanjikan. Dan setiap kali bertemu dengan pemimpin saya, secara esensi dia selalu mengatakan: "Nggak papa. Terus berusaha. Pasti akan datang musim menuai. Kerja kerasmu menabur benih, pasti nggak akan sia-sia."

Saya rasa Anda bisa membayangkan perasaan saya yang sesungguhnya. Di satu sisi saya merasa tertipu. Mungkin pemimpin saya tidak dengan sengaja mau menipu saya. Tapi yang jelas saya merasa tertipu dengan janjinya.

Di sisi lain semakin saya "digelontor" dengan kalimat-kalimat motivasional itu, semakin jatuh mental saya. Karena seolah-olah kesalahan yang membuat saya tidak berhasil adalah karena saya "kurang bersemangat".
 

Lebih baik: Coba Pahami

Jika saja di waktu itu pemimpin saya memberanikan diri untuk membahas emosi-emosi negatif yang saya rasakan. Mungkin dia punya peluang lebih baik untuk menolong saya.

Dalam praktek saya melakukan coaching di dunia bisnis, sering kali pertanyaan sederhana seperti: "Apa yang sebenarnya kamu rasakan dari kejadian itu?" bisa membukakan penghalang-penghalang yang sebenarnya lebih penting, namun tidak tampak sebelumnya.

Titik kritisnya, kebanyakan pemimpin dan tim lebih memilih untuk mengabaikan atau dengan gegabah, seolah-olah berusaha menghapus emosi negatif itu, dengan memberikan saran-saran yang bernuansa "positive thinking".

Baca juga: Rasional Menghadapi Quarter Life Crisis

Daripada: Fokus Pada Yang Tidak Bisa Dilakukan

Kembali ke contoh kasus saya dan bisnis di 10 tahun yang lalu itu.

Ketika itu saya merasa kebanyakan orang yang berhasil tinggal di Jakarta. Sedangkan saya tinggal di Surabaya. Faktor lain, kebanyakan orang yang berhasil di bisnis itu memiliki profil yang sama sekali berbeda dengan saya.

Mereka memiliki gelar pendidikan yang tinggi, pengalaman berbisnis yang cukup lama, atau minimal punya CV yang bisa menunjukkan bahwa mereka termasuk orang sukses.

Saya di sisi lain, hanyalah seorang lulusan diploma Teologia berusia 26 tahun yang tidak mempunyai pengalaman kerja atau keterampilan bekerja apapun, selain meneliti Alkitab dan berkhotbah.
 

Lebih baik: Fokus Pada Yang Bisa Dilakukan

Sebenarnya di balik hal-hal yang "tidak bisa dilakukan", biasanya selalu ada yang "masih bisa dilakukan".

Pengalaman berbisnis, walaupun tidak seluruhnya, bisa disubstitusi dengan membaca dan banyak-banyak berdiskusi dengan orang yang lebih berpengalaman. Tidak punya keterampilan profesional bisa diatasi dengan menginvestasikan biaya dan waktu untuk mengikuti workshop atau online course.

Titik kritisnya adalah kemampuan untuk melihat "apa yang masih bisa dilakukan" di balik "apa yang tidak bisa dilakukan" ini cenderung berkurang, ketika kita merasa emosi kita belum dipahami dan diurai dengan baik.

Baca juga: Refleksi Diri, Kunci dari Kehidupan yang Bermakna

Daripada: Hanya Berpikir

Ada beberapa karakter tertentu yang cenderung berbakat dalam berpikir konsep. Dan sebetulnya dalam kondisi krisis, kemampuan ini sangat diperlukan agar kita dapat memecahkan masalah with less trial and error.

Tapi kadang-kadang otak kita bisa merasa bahwa dengan "menelurkan" konsep kerja yang bagus, maka kita sudah benar-benar bekerja.

Penelitian menunjukkan bahwa ketika otak kita membayangkan sesuatu dengan sangat detail, otak kita dapat kesulitan membedakan mana yang hanya ada di ranah ide dan mana yang sebenarnya sudah menjadi realita.

Contoh paling sederhana dari teori ini adalah perasaan tegang ketika kita melihat film thriller yang kita rasa benar-benar bagus atau film action atau drama yang benar-benar menggerakkan emosi kita.
 

Lebih baik: Bergerak

Pada akhirnya manusia dengan psikologi yang sehat akan kembali lagi pada realita. Dan ketika otaknya kembali pada realita dan menemukan bahwa yang dia miliki hanyalah ide, maka perasaan kehilangan kontrol dan tidak berdaya itu akan dengan cepat kembali dan menguasai mental kita.

Namun ketika otak kita melakukan reality check dan dia menemukan bahwa kita sudah beberapa langkah lebih maju daripada kondisi sebelumnya, maka dia akan dapat merasa lebih dapat mengontrol dan berkompeten untuk menghadapi tekanan yang ada.

Dan inilah awal dari mental yang tahan banting, gigih, dan hidup yang benar-benar mengoptimalkan seluruh potensinya.

Artikel ini diterbitkan dari akun LinkedIn milik Eri Silvanus

Tonton juga:

Share artikel ini

Kepribadian

Tags: Konsultasi

Alt
Saya menolong para individu dan organisasi meningkatkan kinerja dan leadership engangement melalui fungsi saya sebagai seorang pembicara, coach, dan consultant.
Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

Gambar Pekerja Pria dan Wanita Sedang Bertepuk Tangan

Seberapa Kuat Kepemimpinan Mendefinisikan Sikap Terhadap Risiko & Keselamatan?

Artikel ini Ditulis Oleh : Carla Jose. Seberapa Kuat Kepemimpinan Mendefinisikan Sikap Terhadap Risiko & Keselamatan?

Apr 10, 2023 3 Min Read

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest