Jadi begini, otak kita tuh sebenarnya super fleksibel: bisa berubah, berkembang, dan beradaptasi. Fenomena ini dikenal dengan istilah neuroplastisitas. Bisa dibilang ini semacam "superpower" otak yang membuat kita bisa sembuh dari cedera otak, belajar hal baru, atau bahkan mengubah pola pikir negatif. Tapi, neuroplastisitas ini tidak bekerja dengan sendirinya. Ada dua jenis yang harus kamu tahu: functional plasticity dan structural plasticity.
Baca juga: Ubah Nasib Bagi ‘Orang Malas’
Functional Plasticity: Otak Bisa Beralih Tugas
Tahukah kamu, apa yang terjadi bila otak terkena damage karena kecelakaan atau penyakit? Otak punya kemampuan untuk mengalihkan fungsi dari area yang rusak ke area yang masih sehat. Jadi, area otak yang tadinya tidak aktif atau dipakai buat hal lain, bisa mengambil alih fungsi yang hilang karena rusak tadi. Misalnya, orang yang stroke dan kehilangan kemampuan berbicara bisa dilatih lagi agar bagian otak lain yang mengambil alih fungsi bicara.
Structural Plasticity: Bentuk Otak Bisa Berubah
Nah, kalau yang ini otak bisa benar-benar berubah secara fisik. Ini disebut structural plasticity. Misalnya, koneksi antar neuron (sel otak) bisa makin kuat atau malah melemah, tergantung sering dipakai atau tidak. Lalu, sinapsis (titik koneksi antar neuron) juga bisa berubah bentuk atau ukurannya. Ada lagi nih yang keren, namanya axonal sprouting, di mana akson (bagian dari neuron) bisa tumbuh cabang baru untuk membuat koneksi baru. Bahkan otak pun bisa membuat neuron baru, ini namanya neurogenesis. Bayangkan, kamu bisa "upgrade" otak kamu setiap hari!
Prinsip "Use-It-Or-Lose-It"
Otak tuh seperti otot. Kalau tidak dipakai, akan melemah. Koneksi antar neuron yang sering dipakai akan semakin kuat, tapi yang jarang dipakai bisa hilang karena "dipangkas". Ini yang disebut proses pruning. Jadi, penting banget untuk terus melatih otak kamu biar tetap tajam dan fit!
Baca juga: 7 Cara Update Kemampuan Otak untuk Menghadapi AI
Neuroplastisitas yang Disengaja: Self-Directed Neuroplasticity (SDN)
Yang lebih seru lagi, neuroplastisitas ini bisa kita arahkan sendiri, namanya Self-Directed Neuroplasticity (SDN). Jadi, banyak kebiasaan atau pola pikir negatif yang tidak kita sadari telah mengendap di alam bawah sadar dan sangat berpengaruh ke perilaku kita dalam merespon hidup. Tapi, karena kita punya kontrol untuk memilih fokus, kita bisa mulai mengubah pola pikir hingga otak kita. Keren bukan?
SDN ini seperti kamu sedang nge-gym untuk otak. Caranya bisa melalui fokus perhatian, mindfulness, mengarahkan pikiran ke hal yang positif, atau menggunakan teknik cognitive reframing (melihat masalah dari perspektif yang berbeda). Intinya, kamu bisa belajar melabeli perasaan kamu, lalu dengan ketekunan yang disengaja, otak kamu akan mulai berubah. Kalau kamu punya coach yang mengerti neuroplastisitas, mereka biasanya juga memanfaatkan model Appreciative Inquiry, Model ABCDE dari Albert Ellis, atau teknik Tiny Habits dari BJ Fogg untuk membantu kamu membangun kebiasaan mental baru yang lebih positif.
Coach, Psikolog Sebagai "Ahli Bedah Mikro Pikiran"
Norman Doidge pernah mengatakan kalau coach dan psikolog yang efektif itu seperti "ahli bedah mikro" untuk pikiran kita. Mereka tidak hanya mendengarkan atau meberikan saran, tapi benar-benar membantu perubahan di otak kamu, seperti mengubah pola jaringan saraf. Jadi, kamu benar-benar bisa pulih dari trauma atau mulai bangun kebiasaan yang lebih sehat dan positif. Terapi tuh seakan-akan seperti workshop untuk mengotak-atik pikiran dan otak kamu supaya bisa jalan lebih optimal.
Bisa Mengubah Hidup dengan Mengubah Otak
Yang penting, neuroplastisitas ini bisa diarahkan. Siapa saja yang niat, sabar, dan memiliki coach atau psikolog yang paham, bisa benar-benar mengubah otaknya sendiri. Otak kita itu bagaikan otot yang bisa dilatih, semakin sering dipakai dan dilatih, maka semakin kuat dan sehat pula. Jadi, kalau kamu mau hidup lebih positif dan produktif, mulailah dengan mengubah cara pikir kamu. Dari otak yang lebih sehat, hidup kamu akan perlahan-lahan semakin maju ke level selanjutnya.
Artikel ini diterbitkan dari akun LinkedIn milik Heru Wiryanto.