Apakah AI di Tempat Kerja Membuat Kita Kehilangan Sentuhan Manusia?

Feb 27, 2025 4 Min Read
Tangan robot berjabat tangan dengan tangan manusia.
Sumber:

Rawpixel.com dari Freepik

Menjaga Keseimbangan di Era Otomatisasi

Setiap kali berhadapan dengan mesin kasir swalayan, saya selalu merasa frustrasi. Suara otomatis yang berbunyi "Barang tak terduga di area pengepakan" langsung membuat saya menghela napas. Tidak ada yang tak terduga di sana—kecuali rasa frustrasi saya. Suami saya, Craig, selalu menertawakan reaksi saya terhadap teknologi ini. Menurutnya, saya hanya perlu lebih sabar dan menerima perubahan. Tapi dari sini saya sadar, semakin banyak orang lebih memilih mesin daripada berinteraksi dengan manusia. Hal yang sama terjadi dengan AI di tempat kerja. Otomatisasi kerja memang membantu meningkatkan efisiensi, tetapi apakah dampak AI justru membuat kita kehilangan aspek manusiawi dalam pekerjaan kita? Penggunaan AI di tempat kerja dapat mengurangi interaksi sosial, yang pada akhirnya dapat mengurangi nilai hubungan manusia di dunia kerja.

AI dan Manusia: Mampukah Kita Berjalan Berdampingan?

Banyak perusahaan berlomba-lomba mengadopsi AI di tempat kerja, terutama teknologi berbasis large language models yang semakin canggih. Tapi apakah ini benar-benar kebutuhan, atau sekadar mengikuti tren? Menurut laporan McKinsey Global Institute (2017), sekitar 60% pekerjaan memiliki setidaknya 30% tugas yang bisa diotomatisasi. Bahkan, pekerjaan yang dulu dianggap sangat bergantung pada manusia pun mulai terdampak. Future of Jobs Report 2023 dari World Economic Forum memprediksi bahwa 43% tugas pekerjaan akan diotomatisasi, dan seperempat pekerjaan akan mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun ke depan. AI di tempat kerja bisa menggantikan pekerjaan yang bersifat repetitif, tetapi peran manusia tetap sangat penting dalam konteks yang lebih kompleks. Namun, kalau kita lihat lebih dalam, yang paling rentan tergantikan oleh AI di tempat kerja adalah pekerjaan yang berkaitan dengan data dan proses. Sebaliknya, pekerjaan yang menuntut kreativitas, komunikasi, dan keterampilan sosial masih sulit digantikan. Selain itu, banyak yang mempertanyakan dampak AI terhadap tenaga kerja. Apakah ini benar-benar menciptakan peluang baru, atau justru mengancam lapangan pekerjaan yang ada?

Baca Juga: Masa Depan Dunia Kerja: Seberapa Siapkah Anda?

Keterampilan yang Tetap Dibutuhkan di Era AI

Meski AI di tempat kerja semakin canggih, ada keterampilan yang tetap jadi keunggulan manusia. Tugas-tugas rutin memang bisa diotomatisasi, tetapi kreativitas, empati, komunikasi, dan kepemimpinan tetap sangat penting dalam teknologi di dunia kerja. Dalam konteks ini, perdebatan soft skills vs AI menjadi semakin relevan. Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan dengan pertumbuhan tercepat justru adalah yang membutuhkan kecerdasan sosial dan emosional. Dengan kata lain, manusia tetap memiliki peran yang tidak tergantikan, terutama dalam pengambilan keputusan, inovasi, dan interaksi interpersonal.

Baca Juga: Evolusi Administrator: Merangkul AI dan Menghormati Keterampilan Manusia

Soft Skills vs. AI: Siapa yang Menang?

Seiring meningkatnya digitalisasi, keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja juga berubah. Kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, serta fleksibilitas menjadi semakin penting dibanding sekadar keterampilan teknis. Banyak perusahaan mulai memahami bahwa keseimbangan antara teknologi dan manusia adalah kunci keberhasilan di masa depan. Jika AI di tempat kerja mampu menyelesaikan tugas teknis dengan cepat, maka manusia harus semakin fokus pada pengembangan soft skills vs AI. Namun, pertanyaannya adalah: bagaimana kita bisa memastikan bahwa teknologi membantu manusia, bukan menggantikannya?

Dampak AI terhadap Keseimbangan Kerja dan Manusia

 Ilustrasi konsep bot obrolan

Storyset dari Freepik.com

Tak bisa disangkal, dampak AI terhadap dunia kerja sangat besar. Otomatisasi kerja membuat pekerjaan lebih cepat dan efisien, tetapi jika tidak digunakan dengan bijak, bisa menyebabkan hilangnya interaksi manusia. Bagi para pemimpin, otomatisasi kerja seharusnya bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga soal keseimbangan antara teknologi dan interaksi manusia.

Berikut beberapa cara yang bisa diterapkan:

  • Otomatisasi kerja yang repetitif – Gunakan teknologi untuk mengurangi beban administratif, sehingga tim bisa fokus pada tugas yang lebih strategis.
  • Gunakan AI sebagai alat bantu, bukan pengganti manusiaAI seharusnya membantu meningkatkan produktivitas, bukan menggantikan peran manusia sepenuhnya.
  • Pastikan tim memahami penggunaan AI – Edukasi dan pelatihan akan membantu tim bekerja lebih efektif dan memanfaatkan AI dengan optimal.

Tapi yang lebih penting, teknologi tidak boleh menggantikan hubungan dan interaksi antar manusia di tempat kerja.

Menjaga Koneksi di Era Digital

AI bisa meningkatkan efisiensi, tetapi satu hal yang tetap tak tergantikan: kebutuhan manusia untuk merasa dihargai dan terhubung dengan orang lain. Dalam bukunya Lost Connections, Johann Hari menyoroti pentingnya hubungan sosial dalam kehidupan kita. Tanpa interaksi yang bermakna, kita bisa merasa terisolasi dan kehilangan motivasi.

Kalau kita ingin membangun lingkungan kerja yang sehat dan produktif, interaksi manusia tetap harus menjadi prioritas.

  • Ciptakan budaya kerja yang humanis – Fokus pada kesejahteraan karyawan dan lingkungan kerja yang inklusif.
  • Gunakan teknologi untuk mendukung, bukan menggantikan – Pastikan bahwa AI di tempat kerja hanya digunakan untuk meningkatkan produktivitas tanpa menghilangkan elemen sosial dalam pekerjaan.
  • Keseimbangan antara soft skills vs AI – Pada akhirnya, pertanyaannya bukan hanya apakah kita siap menghadapi era AI, tetapi juga bagaimana kita menyeimbangkan teknologi dengan interaksi manusia. Soft skills vs AI bukanlah tentang siapa yang lebih unggul, melainkan bagaimana keduanya bisa saling melengkapi.

Sebagus apa pun teknologi yang kita gunakan, manusia tetaplah pusat dari setiap organisasi. Teknologi bisa membantu, tetapi kepemimpinan, empati, dan kreativitas tetap tak tergantikan.

Artikel ini pertama kali diterbirkan di michellegibbings.com.

Share artikel ini

Kepribadian

Tags: Sifat Positif

Alt
Selain ahli di bidang kepemimpinan dan perubahan, Michelle Gibbings juga merupakan seorang founder perusahaan konsultan bisnis bernama Change Meridian. Pada tahun 2016, Gibbings menerbitkan bukunya berjudul ‘Step Up: How to Build Your Influence at Work’.
Alt

Mungkin Anda Juga Menyukai

Gambar Manusia Sedang Memainkan Kertas Gambar

Perangkap Kehidupan yang Umum: Di Manakah Anda?

Artikel ini Ditulis Oleh : Gregg Vanourek. Perangkap Kehidupan yang Umum: Di Manakah Anda?

Aug 28, 2023 3 Min Read

Wawancara Kepemimpinan: Pemimpin dan Waktu

Pemimpin dan Waktu

Douglas Robitaille berbagi wawasan tentang bagaimana pemimpin mengelola waktu dengan bijak untuk mencapai tujuan besar dan membangun tim yang produktif.

Feb 12, 2025 57 Min Video

Jadi Seorang Pembaca Leader's Digest