Nah, bagaimana tim kami bisa menyaring dengan efektif di tengah timbunan informasi yang kadang tidak akurat, inflated atau kurang menggambarkan keadaan yang sebenarnya? Saya kutip komunikasi dari divisi Human Capital kami ke para pelamar yang masuk saringan awal:
“At StanNSat, when scouting for talents, we do not solely focus on the academic credentials but particularly consider a set of soft skills essential for the company growth. These include, but are not limited to, communication, motivation to learn something new, willingness to take initiative and going extra miles for achieving goals.
As our company is part of a global value chain, it would be common for our team members to work with people from different engineering companies and organizations worldwide. Some engineering positions might require overseas temporary placement or travel. In this regard, it is important that each member of our team can effectively communicate in English orally and in writing. Among other things, our first screening process is to make sure that you can effectively articulate messages, information, and ideas to a diversity of people, leading to shared understanding.”
Baca juga: Ayolah, LinkedIn Bukan Hanya untuk Mencari Kerja
Saya ingin menggarisbawahi yang eksplisit disebutkan mengenai attitude yang diharapkan dari pelamar: communication, motivation to learn something new, willingness to take initiative and going extra miles for achieving goals. Ini semua adalah soft skills yang kadang terlewat diperhatikan padahal justru terkadang menjadi penyaring utama yang melebihi skolastik atau akademik. Mengapa? Dari pengalaman saya membesarkan perusahaan, kemampuan teknis (yang berbasis skolastik atau akademik tadi) bisa dikejar secara alamiah dalam 9-12 bulan. Seorang engineer yang masuk dari universitas yang bukan terbaik, bila attitude-nya baik, dia akan bisa level up karena setiap hari bergaul dengan peers atau seniornya. Learning by doing dan menyerap pengalaman bisa dilakukan secara efektif. Kuncinya: attitude.
Tapi, bila terbalik maka bisa menimbulkan masalah tersendiri, dan tentunya kami juga pernah mengalaminya. Belum-belum karena merasa highly qualified atau lulus dari sekolah bagus sudah menawar-nawar persyaratan. Tentu saja yang seperti ini secara alamiah kami saring dari awal. Bila masuk sistem tentunya nanti juga tidak akan kongruen dengan spirit organisasi bisnis. Terutama untuk environment perusahaan rintisan (startup) tentulah diperlukan spirit entrepreneurial. Ya wajar para founder mengharapkan mentalitas tahan banting/uji dan keteguhan juga dimiliki para anggota yang bergabung di masa-masa awal. Mereka perlu menunjukkan militansi menghadapi ketidakpastian, sikap pantang menyerah dan resourceful (selalu mencari jalan keluar) untuk setiap tantangan yang ada.
Baca juga: 8 Cara Menunjukkan Skill Kepemimpinan Saat Wawancara Kerja