"Mbak Milka, kenapa saya tidak pernah di DM, ditawari pekerjaan sama recruiter/headhunter?"
Oke kita sepakati dulu, kita bicara dalam konteks platform LinkedIn ya.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus tahu dulu alur kerja para recruiter yang biasa menawarkan pekerjaan melalui DM LinkedIn.
Baca juga: Ayolah, LinkedIn Bukan Hanya untuk Mencari Kerja
1. Biasanya mereka mendapatkan permintaan dari user atau klien mereka untuk mencari kandidat posisi "X", dengan kualifikasi "A, B, C".
2. Recruiter akan mencari kandidat sesuai dengan posisi dan kualifikasi yang diminta di dalam database mereka dengan membuka lowongan kerja, dan dengan menggunakan fasilitas search pada job portal atau platform pencarian kandidat lainnya.
3. Dalam konteks LinkedIn, selain menggunakan fitur LinkedIn Job, recruiter dapat menggunakan fitur search yang ada di LinkedIn untuk mencari kandidat yang sesuai dengan kualifikasi yang di cari.
4. Biasanya recruiter menggunakan kata kunci nama posisi, lokasi, industri tertentu atau kualifikasi tertentu untuk mencari kandidat atau mem-filter di LinkedIn.
Contoh:
- Finance Manager Merger and Acquisition
- IT Manager SAP
- HR Manager Tangerang
(Lebih advance lagi, bisa pakai boolean seperti yang dijelaskan di sini)
5. LinkedIn akan menampilkan hasil search sesuai dengan kata kunci dan filter yang digunakan.
Biasanya yang ditampilkan adalah orang-orang yang 1st connections, 2nd connections dan 3rd connections dari orang yang melakukan search.
Jadi kita bisa muncul di hasil pencarian, jika kita temannya (1st connections), temannya dari temannya (2nd connection) atau temannya dari temannya yang berteman dengan Recruiter tersebut (3rd connections).
6. Hasil pertama yang muncul di list awal hasil pencarian adalah foto, nama dan headline kita.
Semakin headline kita menggambarkan posisi dan kualifikasi yang dicari, semakin besar kemungkinan profil kita dibuka oleh recruiter.
7. Sesudah profil kita dibuka, recruiter biasanya akan membaca detail informasi yang terdapat pada profil kita.
Kalau profil kita minim informasi, besar kemungkinan akan di-skip ke kandidat yang lainnya.
8. Tidak jarang recruiter juga memeriksa riwayat LinkedIn activity kita.
Kalau kita sering post atau komentar negatif, terlalu banyak ngeluh dan komplain, besar kemungkinan profil kita akan di-skip oleh recruiter.
9. Jika profil kita cukup sesuai dengan kebutuhan kandidat yang mereka cari, barulah recruiter menghubungi kita melalui DM.
Bagi recruiter yang menggunakan LinkedIn premium, biasanya memiliki jatah InMail untuk dapat menghubungi kita, meskipun kita bukan 1st connection-nya.
Untuk recruiter yang tidak menggunakan LinkedIn Premium, dan belum 1st connectionsdengan kita, biasanya akan add kita dulu sebagai 1st connection mereka untuk dapat mengirimkan DM kepada kita.
Untuk yang sudah 1st connection, biasanya tidak ada masalah.
Nah, sesudah uraian panjang di atas, sekarang kita jawab pertanyaannya ya:
Kenapa tidak ada recruiter yang DM kita, menawarkan lowongan di perusahaan mereka?
Baca juga: Rahasia di Balik Pertanyaan “Ceritakan Tentang Diri Anda” dan Cara Menjawabnya
Kemungkinan 1
Kita tidak memiliki kualifikasi yang mereka cari, sekalipun ada, mereka dengan mudah mendapatkan kandidat dengan kualifikasi seperti kita, ketika mereka membuka lowongan kerja.
Tidak semua recruiter mencari kandidat dengan cara menawarkan lowongan di perusahaan mereka, dan memang tidak semua posisi perlu tindakan seperti itu. Untuk sejumlah lowongan yang kualifikasinya tidak terlalu spesifik, biasanya recruiter lebih cepat mendapatkan kandidat dengan cara membuat iklan lowongan kerja.
Jadi, jangan hanya menunggu DM dari recruiter, Jika kita memang membutuhkan pekerjaan, aktiflah melakukan proses pencarian lowongan dan mengirimkan lamaran.
Lalu, jangan lupa tingkatkan kompetensi kita. Perhatikan kualifikasi apa yang dibutuhkan untuk menjabat di posisi-posisi yang kita incar. Tingkatkanlah kualitas diri kita di bidang itu.
Kemungkinan 2
Kita memiliki kualifikasi yang dicari, tapi kualifikasi tersebut tidak muncul dalam profil LinkedIn kita.
Profil LinkedIn kita minim informasi, tanpa detail job description, tidak jelas menggambarkan kita pernah bekerja di mana, di perusahaan apa, sebagai apa, dengan detail pekerjaan apa.
Oleh sebab itu, lengkapilah profil LinkedIn kita dengan informasi yang lengkap. Pastikan kata-kata kunci kualifikasi yang biasa di cari recruiter muncul di dalam profil LinkedIn kita.
Bagaimana cara kita tahu, kata kunci apa yang mereka cari? Coba cek lowongan-lowongan di posisi-posisi yang kita incar, baca detail job requirement dan atau job description-nya. Temukan kata kuncinya di sana.
ps. Recruiter pengguna Account LinkedIn Job Premium juga bisa menemukan CV kita melalui fitur rekomendasi kandidat by LinkedIn. Biasanya sistem merekomendasikan berdasarkan kecocokan profil LinkedIn kita dengan Job Details yang recruiter masukkan ke sistem. Semakin lengkap dan sesuai profil LinkedIn kita, semakin besar kemungkinan kita masuk ke dalam list rekomendasi.
Baca juga: 4 Cara Cerdas Negosiasi Gaji Saat Interview Kerja
Kemungkinan 3
Kualifikasi kita sudah sesuai, profil kita sudah lengkap, namun kita belum ada di lingkaran 1st-3rd connection dari recruiter.
Akibatnya, kita tidak muncul di dalam hasil pencarian para recruiter.
Karena itu, perbanyaklah jumlah koneksi kita dengan para recruiter dan profesional di bidang pekerjaan yang kita incar.
ps. Jumlah 1st connection di LinkedIn dibatasi maksimal 30.000 orang, jadi meskipun kita butuh banyak koneksi, jangan meng-add orang secara sembarangan. Selain itu, pastikan mereka merupakan orang-orang yang bersikap positif dan bisa memberikan dampak positif bagi kita.
Kemungkinan 4
Nama, foto dan headline kita tidak menggambarkan kualifikasi yang kita miliki, sehingga kemungkinan besar di skip oleh recruiter.
Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika kita sesuaikan foto, dan headline kita dengan kualifikasi profesional kita.
Kemungkinan 5
Riwayat aktivitas di LinkedIn menunjukkan kita adalah orang yang suka mengeluh, mudah terpancing berita yang belum diketahui kebenarannya, sulit menerima pendapat orang lain, atau cenderung berkomentar secara emosional.
Mengatasi hal ini bukan sekedar menjaga attitude kita di media sosial. Hal ini harus dimulai dari perubahan diri kita di dunia nyata, jadilah orang yang tidak mudah mengeluh, bukan generasi strawberry, jadilah kuat. Latihlah diri untuk dapat menjadi orang yang bisa berpikir keras, jangan cepat mempercayai sesuatu yang kita tidak tahu pasti kebenarannya, latih kemampuan berpikir logis kita untuk menjadi tajam, biasakan berbicara berdasarkan kebenaran, bukan perasaan belaka.
Semoga terjawab pertanyaannya ya 😉
Have a great weekdays!
Artikel ini diterbitkan dari akun LinkedIn milik Milka Santoso.